Mositifi Covid-19, Menyikapi Corona Secara Positif

Mositifi Covid-19, apa maksudnya? Kata Mositifi memiliki akar kata “positif”. Mendapatkan awalan “M” dan akhiran “i”, sehingga dibacanya menjadi Mositifi, yang berarti Menyikapi Corona Secara Positif. Struktur kata yang demikian itu ada dalam tata bahasa Jawa.

Sebagai pembanding, ada kata pirsa, yang berarti lihat. Jika mendapatkan awalan “M” dan akhiran “i” maka menjadi mirsani, yang berarti melihat. Tuti Melihat Televisi menjadi Tuti mirsani Televisi. Demikian juga dengan contoh lain seperti paham, menjadi mahami, pados menjadi madosi, dan lain sebagainya.

Sampai di sini sudah paham apa arti dari Mositifi Covid-19. Yaitu, melihat, memandang, menyikapi virus corona secara positif.

Dalam struktur tata bahasa Jawa, Mositifi termasuk kata kerja yang mengandung makna “melakukan” sesuatu upaya, atau “mengerjakan” suatu usaha nyata.

Dengan demikian, mositifi secara inheren bersifat aktif dan proaktif. Dalam hal apa? Dalam hal ajakan untuk mengambil cara, langkah, strategi dan tahapan menghadapi pandemi virus corona.

Mositifi covid-19

Istilah mositifi covid-19 erat hubungannya dengan aktifitas di kegiatan bertajuk Panggung kahanan mositifi covid-19 gagasan Gubernur Jawa tengah, Ganjar Pranowo.

Menurut Ganjar Pranowo, melansir Channel Youtube Ganjar Pranowo, Panggung Kahanan Mositifi Covid-19 adalah panggung untuk para seniman berpentas secara live streaming. “Panggung ini kami gagas bersama para seniman muda Semarang untuk memberi ruang berkarya para seniman dan membantu mereka yang terdampak Covid-19,” ungkap pak Ganjar.

Selama beberapa episode, panggung kahanan digelar dengan mengundang dan menampilkan para musisi dan seniman. Salah satu event panggung kahanan pernah sedianya akan diisi dengan penampilan dari Sang Maestro Campursari Didi Kempot. Akan tetapi Didi Kempot yang dijuluki The Lord of Broken Heart, tidak sempat tampil karena Allah SWT memanggilnya pulang ke hadiratNya.

Menyikapi Corona Secara Positif

Pilihan untuk menyikapi corona secara positif adalah pilihan akal sehat. Pilihan yang boleh jadi sangat berat. Mengapa,? Karena yang terutama adalah membangun mindset positif dalam otak, pikiran dan hati. Pun demikian harus dengan kondisi yang jernih.

Di awal-awal pandemi corona menyerang bangsa Indonesia, yang ada adalah ketakutan, kekhawatiran dan sekian perasaan lain yang berujung pada mindset negatif. Juga pemberitaan di media massa yang ikut membentuk psiko-sosial masyarakat menjadi down, turun.

Bagaimana tidak, jatuhnya korban akibat positif corona jauh di atas harapan yang sembuh. Pada saat yang bersamaan, kasus-kasus baru positif corona semakin bertambah. Pemberitaan kasus kematian akibat virus corona di luar negeri begitu dahsyat menyayat.

Di dalam negeri, sampai pada hal yang di luar nalar pun muncul, menolak jenazah pasien positif covid-19. Sebuah sikap yang sangat berlebihan dari sebagian masyarakat yang saat itu sejatinya sedang dalam titik tertinggi ketakutan dan kekhawatiran.

Bangunan optimisme masyarakat serasa runtuh. Sampai-sampai muncul ungkapan kritis Indonesia Terserah, Indonesia Menyerah. Sebuah ungkapan yang tertuju kepada pemerintah, yang sebenarnya tidak berhenti melakukan sekian banyak respon menyikapi corona secara positif tadi.

Kita sebagai warga negara yang baik, kiranya bisa menempatkan cara pandang positif terhadap  corona dan fenomena yang mengiringinya. Dengan begitu, optimisme bisa kembali terbangun dan terjaga. Kehidupan kita pun semakin terjaga.

Demikian, kiranya bisa menjadi bahan muhasabah / introspeksi diri bagi kita masing-masing. Kita harus yakin, #CoronaPastiBerlalu. Semoga artikel ini bermanfaat.

Baca juga: Cuitan Akun Twitter Didi Kempot, Dekat dan Memikat

Terima kasih untuk Anda berkenan menemukan Kami di X juga Instagram dan Facebook

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button