Berharap Desa Aman dari Bencana Corona
Berharap Desa Aman dari Bencana Corona adalah salah satu harapan kita semua. Tidak hanya warga desa, tapi juga warga di luar pedesaan. Karena, desa menjadi benteng terakhir pertahanan untuk memutus mata rantai penyebaran virus mematikan ini.
Pandemi Virus Corona bersifat global. Atas alasan ini, wabah corona di Indonesia telah ditetapkan sebagai Bencana Nasional. Konsekuensinya, tidak ada satupun Provinsi, Kabupaten/Kota, Desa/Kelurahan yang tidak masuk dalam cakupan, sifat, dampak dari skala bencana nasional.
Itu berbeda dengan status-status bencana nasional lain yang pernah ditetapkan pemerintah. Meskipun berskala nasional, namun tidak dalam cakupan skala global. Seperti bencana tsunami dan gempa bumi yang pernah terjadi.
Kejadian bencana nasional di pulau Sumatera, misalnya. Daerah-daerah di luar Sumatera, tidak terdampak langsung. Akan tetapi, pemerintah menetapkan status sebagai bencana nasional. Maka daerah-daerah non-terdampak langsung, tidak termasuk dalam kebijakan turunan dari status bencana nasional tersebut
Ancaman Virus Corona di Desa
Boleh jadi, warga desa atau bahkan aparat pemerintah desa, merasa desanya aman-aman saja dari ancaman virus corona. Mengingat, tidak ada, belum ada kasus warga yang terjangkiti, positif covid-19. Tidak ada daftar Orang Tanpa Gejala. Tidak ada daftar Orang Dalam Pengawasan.
Merasa keadaan demikian itu, justeru tidak sinkron dengan status bencana nasional virus corona. Sementara itu, simpang siur kondisi puncak pandemi menambah nyata adanya ancaman virus corona di desa.
Jika akhir Mei adalah puncak pandemi, maka hari ini (11 Mei 2020), masih harus menuju puncak. Kelak setelah 31 Mei, masih dibutuhkan waktu lagi untuk sampai pada kondisi puncak benar-benar mengalami penurunan status. Setelah itu, masih dibutuhkan lagi waktu sampai kondisi pandemi berakhir dengan dicabutnya status bencana nasional covid-19.
Artinya, masih butuh waktu dua atau tiga bulan lagi. Dan selama tiga bulan ke depan, ancaman virus corona di desa menjadi hal yang wajib untuk diwaspadai, diantisipasi, diatasi dan diselesaikan. Harus ada kegiatan penangglangan bencana di desa khusus untuk “menyelesaiakan” ancaman virus. Belum lagi ancaman lain yang mengiringi pandemi mengglobal ini, berupa dampak sosial ekonomi dan pendidikan.
Gelombang pemudik tahun 2020
Salah satu bentuk nyata ancaman virus corona di desa adalah peristiwa mudik lebaran tahun 2020 ini. Kebijakan pemerintah untuk melarang mudik tampaknya tidak akan efektif selagi tidak ada kesadaran untuk tidak mudik. Mudik atau tidak mudik tetap mengundang risiko. Apalagi memaksakan diri untuk mudik.
Kondisi virus corona yang tidak tampak, bisa ditularkan oleh orang tanpa gejala, ini kondisi yang unpredictable. Warga desa sejauh ini sudah bisa memahami kondisi ini. Sehingga muncul kesadaran untuk melaksanakan “micro lockdown” berbasis desa atau dusun. Semua dilakukan untuk mengantisipasi.
Gelombang pemudik tahun 2020 ini juga unpredictable. Pemerintah desa bisa dikatakan tidak bisa memprediksi berapa mereka yang kelak akan mudik. Apakah pemudik “membawa” virus corona atau tidak. Yang sudah dilakukan di beberapa desa, mencatat, mendata dan mengontrol siapapun yang masuk ke wilayah sebuah desa. Apakah hal ini akan efektif saat terjadi gelombang besar pemudik?
Artikel opini sosial Berharap Desa Aman dari Bencana Corona ini tidak sedang memosisikan kaum pemudik sebagai pembawa virus corona. Toh ia bisa dibawa oleh siapapun. Hanya kekhawatiran memang tidak bisa dihindarkan. Kaum pemudik dari kota besar seperti Jakarta, di mana Jakarta sebagai episentrum pandemi covid-19, menjadi alasan yang utama.
Desa Tangguh Corona
Dalam program penanggulangan bencana, ada desa tangguh bencana, desa siaga bencana. Kini saat yang tepat untuk membangun ketangguhan desa menghadapi ancaman virus corona. Desa Tangguh Corona menjadi tepat untuk untuk segera diwujudkan.
Desa Tangguh Corona adalah desa yang mampu melaksanakan pencegahan corona dari perencanaan, pelaksanaan, hingga kegiatan pemulihan pasca bencana corona. Seluruh komponen masyarakat dilibatkan Siaga Corona. Bahu membahu di atas kesadaran pencegahan bersama.
Sumberdaya manusia harus dikerahkan semaksimal mungkin dengan mengedepankan kemandirian, kebersamaan dan gotong royong. Sumber dana yang ada, selain yang direalisasikan melalui BLT Dana Desa, juga harus diarahkan penggunaannya fokus ke pencegahan virus corona.
Masyarakat di Desa Tangguh Corona harus memiliki kesadaran akan kemandirian. Tidak sepenuhnya bergantung kepada pemerintah desa. Terutama menyangkut ketahanan pangan selama pandemi berlangsung. Kita tahu, desa merupakan “lumbung pangan” nasional.
Kegiatan-kegiatan pertanian di desa, tetap harus diupayakan. Tidak bisa berhenti total. Karena, jika demikian, akan menghadirkan ancaman baru berupa kelangkaan pangan. Jika kelangkaan pangan terjadi, maka imbasnya akan sampai di perkotaan. Juga harus diperhatikan tentang kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana di desa.
Mudah-mudahan ancaman ini benar-benar bisa mewujudkan Desa Aman dari Bencana Corona. Demikian, semoga bermanfaat.