Teroris Lone Wolf (Serigala Penyendiri), Siapa Mereka?
Siapa para Teroris Lone Wolf? Mereka adalah para pelaku leaderless resistence (perlawanan tanpa pemimpin), individual terrorism (terorisme individual), dan freelance terrorism (terorisme tanpa ikatan).
Lone Wolf pernah digunakan untuk menggambarkan bentuk kekerasan politik-ideologis-terorisme individual. Istilah ‘Lone Wolf’ dipopulerkan pada akhir 1990-an oleh Tom Metzger dan Alex Curtis di Amerika Serikat. Ia muncul sebagai bagian dari dorongan kepada sesama rasis untuk bertindak sendiri atas alasan keamanan taktis saat melakukan kejahatan disertai kekerasan.
Burton and Stewart memberi pengertian, mendefinisikan “Lone Wolf” sebagai “a person who acts on his or her own without orders from — or even connections to — an organization. A lone wolf is a stand alone operative who by his very nature is embedded in the targeted society and is capable of self-activation at any time.”(Edwin Bakker and Beatrice de Graaf, 2011).
Lone Wolf, Serigala Penyendiri
Lone Wolf, Serigala penyendiri, teroris serigala penyendiri atau aktor penyendiri adalah seseorang yang menyiapkan dan melakukan tindak kekerasan sendirian, di luar struktur komando apapun dan tanpa bantuan materil dari kelompok manapun. > Serigala Penyendiri
Karakter individualistik menjadi ciri utama Teroris Serigala Penyendiri, Lone Wolf. Ia tidak terikat langsung dengan organisasi teroris. Aksi terornya bukan merupakan perintah pimpinan. Namun aksinya bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja sesuai dengan situasi dan kondisi di mana dia sendiri bisa mengaktivasikan aksi terornya secara mandiri.
Baker dan de Graaf menambahkan kepastian adanya karakter Teroris Serigala Penyendiri, Lone Wolf yaitu keterpautan ideologis pelaku teror individu dengan ideologi teror yang disebarkan melalui berbagai media termasuk media daring. Kekerasan politik ideologis terorisme pun semakin meluas.
Pada tahun 2003, sebuah artikel diterbitkan forum ekstrimis di internet Sada al Jihad (Echoes of Jihad). Dalam artikel tersebut, simpatisan Osama bin Laden didorong untuk bertindak tanpa menunggu instruksi pimpinan. Dengan kemampuan yang dimiliki, mereka didorong, bukan diinstruksikan, untuk melakukan aksi teror.
Pada tahun 2004, Abu Musab al-Suri (Mustafa Setmarian Nasar) – seorang dengan kewarganegaraan ganda Spanyol-Suriah yang berada di lingkaran dalam Bin Laden– menerbitkan artikel “Panggilan untuk Perlawanan Islam Seluruh Dunia,” di Internet.
Al-Suri mengusulkan jihad tahap berikutnya, yang ditandai dengan terorisme yang diciptakan oleh individu atau kelompok otonom kecil, yang juga diberi label “perlawanan tanpa pemimpin”. Dan pada tahun 2006, pemimpin Al Qaeda Abu Jihad al-Masri mengikutinya dengan seruan untuk membawa senjata, yang berjudul “Bagaimana Berperang Sendiri” beredar luas di jaringan aktivis jihadis.
Baca juga: Deradikalisasi Ormas (Organisasi Kemasyarakatan)
Lone Wolf Nusantara
Mulyadi — pelaku penikaman dua anggota Brimob di Blok M– termasuk teroris yang lone wolf, tidak ada kaitan dengan jaringan teroris manapun. Pemikiran Mulyadi yang mengarahkan pada tindakan teror, sudah terkontaminasi oleh konten-konten radikal yang termuat di media baik media online maupun media sosial.
Bagi sebagian masyarakat kita, istilah “lone wolf” (serigala penyendiri) masih terasa asing di telinga. Selain merupakan perbendaharaan kata baru pada fenomena teror, teroris dan terorisme di Indonesia, pelaku teror “lone wolf” juga merupakan fenomena baru aksi teror. Akan tetapi, di masa yang akan datang “lone wolf” bisa menjadi fenomena tersendiri yang tidak kalah penting untuk diwaspadai sebagaimana teror yang berbasis kelompok atau organisasi teroris yang selama ini kita kenali.
Di akun twitternya, teroris Muhammad Bahrun Naim pernah mengicaukan kalimat ini; Salam Tahniah utk Lone Wolf Nusantara. Cuitan yang diunggah ulang oleh pemilik akun @KopBam alias KopraL Bambang itu tertanggal 14 Januari 2016. Sepintas, cuitan Bahrun Naim itu membenarkan bahwa memang ada fenomena “lone wolf”, bahkan di Nusantara ini.
Pada rentang waktu bulan Oktober hingga November 2015, akun facebook Muhammad Bahrunnaim Anggih Tamtomo pernah secara aktif membagikan tutorial membuat bom hingga senjata api rakitan. Postingan itu, kemudian ditautkan dengan salah satu website yang belakangan sudah diblokir.
Ada rentetan keterkaitan karakter “Lone Wolf” di luar negeri seiring dengan menyeruaknya aksi-aksi teror — termasuk kekerasan politik ideologis terorisme –di Indonesia. Karakter itu adalah “pengembangan secara mandiri kemampuan melakukan aksi teror”, kecenderungan untuk melepaskan diri dari organisasi teroris, dan perkuatan ideologi teror yang dilakukan secara otodidak. Pengaruh media daring yang mengunggah konten-konten bernuansa radikal bisa menjadi pembenar tumbuhnya para calon “lone wolves” baru di Indonesia.
Bibit-Bibit Lone Wolf
Apakah Mulyadi sudah termasuk bibit-bibit Lone Wolf Nusantara? Sangat boleh jadi demikian. Untuk kasus yang melibatkan Mulyadi, masih mungkin untuk diperdebatkan. Apakah sudah benar-benar memenuhi unsur Teroris Serigala Penyendiri, Lone Wolf atau tidak. Perlu ada pembedaan yang jelas antara aksi teror Mulyadi dengan jenis kejahatan personal dalam kasus pembunuhan lain dengan motif yang beragam.
Bahwa Mulyadi telah terkontaminasi konten-konten radikal dari dan di media daring di satu sisi dan Mulyadi tidak terkait dengan organisasi teroris manapun di sisi yang lain; adalah dua aspek yang masih perlu dikaji lebih jauh sampai dengan memenuhi unsur teror dan Teroris Serigala Penyendiri Lone Wolf bisa disinkronkan. Sayangnya, Mulyadi ditembak di tempat sehingga mengurangi akurasi penelusuran informasi lebih lanjut.
Ada faktor yang debatable juga bahwa jika dilihat dari sasaran teror Mulyadi, dalam hal ini polisi. Sebab, rencana kejahatan dan atau pembunuhan yang direncanakan dengan target seorang polisi yang pernah terjadi, tidak semuanya dinyatakan sebagai tindakan teror model Lone Wolf. Ada beberapa polisi yang pernah terbunuh, tapi tidak dilakukan oleh terduga teroris, lalu tidak dinyatakan sebagai tindakan terorisme.
Dengan demikian, teror model “lone wolf” menjadi sangat kasuistik. Sebab, tidak serta-merta bisa dikatakan sebagai tindakan “lone wolf” jika target dan sasaran teror di luar institusi resmi negara. Hal itu bisa menjadi pembenar atas mindset masyarakat sudah terbangun; bahwa pelaku teror yang menargetkan institusi dan personal kepolisian disebut teroris.
Bahaya Teroris Lone Wolf
Fenomena “lone wolf” bisa lebih berbahaya jika dibandingkan dengan teror terorganisir yang sudah teridentifikasi. Faktor individualitas pelaku yang tak pandang waktu dan tempat untuk mengaktivasi diri dan terornya menjadi ancaman sekaligus tantangan baru bagi pihak berwenang.
“Lone Wolf” dengan demikian bisa sangat lebih berbahaya tidak saja terhadap Polri baik secara institusi maupun personal, tapi juga terhadap masyarakat yang diidentifikasi sebagai musuhnya. Yang bisa diidentifikasi sebagai aspek pra-kondisi yang paling mendasar dari “lone wolf” adalah ideologi teror mereka yang tunggal, yaitu menjalankan perintah Tuhan. Radikalisme dan terorisme pelaku teror individual bukan lagi atas perintah pimpinan.
Mereka memburu tanpa batas, bekerja atas dasar perintah Tuhan, melaksanakan hukum Tuhan, menghancurkan Taghut. Untuk kurun waktu mendatang, Polri secara institusi maupun personal, masih menjadi target sasaran teror, karena bagi mereka, polri adalah Taghut yang harus dihancurkan.
Terhadap fenomena teroris “lone wolf”, institusi Polri harus lebih meningkatkan kewaspadaan Bukan saja karena mereka menjadi target teror, melainkan juga karena tugas utama menciptakan kondisi aman bagi masyarakat. Kita sebagai bagian dari masyarakat juga mendukung pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus berupaya memblokir situs-situs yang dinilai membahayakan, termasuk yang mengandung konten radikal atau menyebarkan radikalisme.
Featured Foto : Whats Is Lone Wolf