Ketahanan dan Kemandirian Masyarakat Desa Hadapi Corona

Ketahanan Masyarakat dan Kemandirian Masyarakat Desa benar-benar diuji dengan hadirnya pandemi corona. Dalam pengertian yang umum ketahanan masyarakat desa adalah kondisi dinamis masyarakat desa meliputi seluruh aspek kehidupan yang terintegrasi.

Ia berisi ketangguhan serta kemampuan mengembangkan kekuatan lokal dalam menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan. Ia juga memiliki daya tahan dalam menghadapi gangguan dari luar maupun dari dalam, langsung maupun tidak langsung. Gangguan yang tentunya membahayakan integrasi, identitas dan kelangsungan hidup masyarakat di desa.

Ketahanan atau daya tahan antar satu masyarakat desa dengan masyarakat lainnya tentu berbeda-beda. Kita pernah mendengar ada desa yang maju. Ada juga, dan ini lebih banyak, desa miskin, desa yang syarat dengan kriteria kemiskinan, desa yang tertinggal.

Dulu, di zaman Orde baru, kita mengenal ada istilah Instruksi Presiden Desa Tertinggal (IDT). Desa-desa dalam wilayah cakupan IDT tersebut dicoba mendapatkan perlakuan khusus, antara lain dalam konsep Otonomi Daerah.

Undang-Undang penjamin ketahanan desa

Sejak tahun 2014-2015, konsep dan praktik tentang ketahanan masyarakat di pedesaan dalam pengertian yang menyeluruh semakin menemukan bentuknya. Bukan dalam cakupan IDT lagi yang masih lemah secara hukum.

Ketahanan desa dan masyarakatnya mendapatkan payung hukum dengan ditetapkannya Undang-Undang Desa. Yaitu UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sebelumnya, pos kementerian tentang desa tertinggal juga sudah terbentuk.

Pembangunan ketahanan dan daya tahan masyarakat desa terjamin melaui Undang-Undang. Ia diwujudkan dalam beberapa asas, prinsip, konsep dan perangkat yang diciptakan dan dikembangkan sesuai koridor Undang-undang dan produk hukum turunannya.

Beberapa prinsip dan asas Undang-Undang Desa itu antara lain; rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kebersamaan, kekeluargaan, kegotong-royongan, musyawarah, demokrasi, partisipasi, kemandirian, pemberdayaan, kestaraan dan keberlanjutan.

Semua asas di atas menjadi embrio bagaimana secara perlahan-lahan, desa mengalami kebangkitan. Kewenangan pemerintah desa dijamin dengan asas subsidiaritas. Pengertian subsidiaritas adalah penetapan kewenangan dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa.

Demokrasi desa dan pemberdayaan berkelanjutan

Dulu, ada lembaga yang namanya LKMD, Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa. Seiring perubahan waktu, ada penambahan unsur yang mencerminkan pembangunan demokrasi di desa. Yaitu dengan adanya Badan Perwakilan Desa (BPD).

Demokrasi di desa adalah sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa. Atau dengan persetujuan masyarakat serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin.

Pemberdayaan dalam rangka penguatan ketahanan masyarakat desa dilaksanakan melalui upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa. Melalui apa? Melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

Ada yang tidak kalah pentingnya adalah keberlanjutan. Yang dimaksud keberlanjutan adalah suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan Desa.

Dana desa untuk kemandirian

Kemudian, desa didorong untuk meningkatkan kemandirian. Mengurangi ketergantungan kepada pemerintah di atasnya. Kemandirian artinya suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa, untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri.

Kemandirian masyarakat desa ini erat kaitannya dengan dana untuk membiaya kegiatan pemerintahan dan pembangunan di desa. Dulu, di era sebelum tahun 2000-an, keadaan keungan desa benar-benar mengalami keprihatinan. Tidak atau belum ada sumber yang bisa dikatakan tetap.

Yang diandalkan adalah dana bagi hasil pajak dengan pemerintah kabupaten dan propinsi. Selebihnya, berasal dari harta kekayaan  milik desa. Kondisi seperti ini menyebabkan desa sulit untuk maju, sementara pembangunan di perkotaan semakin pesat.

Kemudian istilah desentralisasi lahir sebagai jawaban atas ketimpangan pembangunan. Sekaligus jawaban akan kemandirian dana desa yang menthok, ajeg, tetap di kemampuan yang tak kunjung meningkat. Bentuk konkrit jawaban tersebut adalah adanya dana perimbangan antara pusat dan daerah.

Dana perimbangan antara pusat dan daerah menstimulir digulirkannya dana desa untuk kemandirian. Kita mengenalnya dengan Dana Alokasi Desa (DAD) atau yang saat ini lebih dikenal dengan Dana Desa. Dari Dana Desa ini kemudian muncul BLT Dana Desa untuk menguatkan ketahanan masyarakat menghadapi pandemi corona.

Apakah ketahanan dan kemandirian masyarakat desa meningkat seiring dengan diberikannya dana desa? Ya. Perlahan namun pasti, mengalami peningkatan. Ini tidak bisa dipungkiri. Lantas bagaimana dengan ketahanan masyarakat sehingga patut berharap desa aman dari bencana corona?

Demikian artikel opini sosial tentang Ketahanan dan Kemandirian Masyarakat Desa ini akan ada sambungannya, untuk mengupas hal tersebut. Demikian semoga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button