Masyarakat Desa Terbukti Mampu Menghadapi Ancaman Corona
Ketahanan masyarakat desa terbukti menjadi kunci sehingga mampu menghadapi ancaman virus Corona. Ada yang perlu dipertegas di awal, terutama tentang ketahanan, masyarakat dan desa. Ketahanan berhubungan daya dan usaha. Masyarakat, sebagai kumpulan individu dan aktivitasnya. Sedang desa yang saya maksudkan di sini adalah pemerintah desa.
Ketiganya, antara ketahanan, masyarakat dan desa, menjadi satu kesatuan. Sebuah kesatuan yang direncanakan dan digerakkan bersama-sama. Untuk apa? Untuk tujuan agar benar-benar mampu menghadapi corona secara lebih bertanggungjawab dan berhasil guna.
Kesiapan Individu Menghadapi Corona
Selama lebih kurang tiga bulan sejak Maret sampai dengan Mei 2020 ini, kapasitas desa sungguh-sungguh diuji dengan ujian yang tidak gampang. Ujian utama, ya pandemi corona itu sendiri. Yang paling utama ada pada diri individu masyarakat dalam menghadapi ancaman virus corona.
Terkait individu , ujian itu tentang nyali, tekad, keberanian dan kemauan mengambil tindakan. Nyali diuji dengan bertubi-tubinya informasi yang diterima individu per individu tentang kedahsyatan corona. Karakteristik informasi yang diterima melalui media sosial, harus diakui memberikan efek rasa takut, menakutkan.
Betapa tidak. Bertubi-tubinya informasi tentang, misalnya jatuhnya korban meninggal dunia, baik di dalam meupun di luar negeri, tidak terbendung. Padahal boleh jadi, orang yang meninggal dunia bukan karena positif corona, lebih banyak pada rentang 3 bulan berjalan yang lalu.
Mengapa kemudian individu itu bisa menghindari dan menghadapi virus corona dengan baik? Semua tentang kesiapan individu, orang per orang. Kesiapan mental. Kesiapan keyakinan. Dan kesiapan atas risiko paling buruk.
Masyarakat desa patuhi protokol kesehatan
Orang desa bekerja dari rumah? Tidak. Selama 3 bulan berjalan, DiRumahSaja? Tidak. Selalu memakai masker? rasanya juga tidak seperti penglihatan Saya.
Memang anak-anak sekolah dari rumah. Orang tua juga mendampingi. Para orang tua, pekerja, sejujurnya tetap bekerja di pekerjaannya masing-masing; bertani, berkebun, ke sawah dan ladang. Tidak demikian yang bekerja di instansi pemerintah. Itupun jumlahnya sedikit.
Apa dengan demikian masyarakat desa tidak patuhi protokol kesehatan? Ideal protokol kesehatan ala pemerintah, tidak mungkin diterapkan secara menyeluruh di desa. Misalnya, WorkFormHome. Geografis dan sebaran penduduk dengan jenis pekerjaannya, tidak memungkinkan penerapan protokol kesehatan secara ketat.
Beberapa desa melakukan local lockdown, menutup ruas jalan. Membuat pagar di pintu masuk gang-gang. Itu memang dilakukan. Tapi tidak menyeluruh juga. Postur peta desa yang luas, tidak bisa diberlakukan ala perkotaan.
Meanwhile, Zona Wajib Masker diberlakukan. Setiap yang memasuki desa, disemprot disinfektan. Bahkan sepeda motor yang dikendarai, ikut disemprot. Efektif atau tidak disinfektan itu, Saya tidak tahu pasti.
Yang jelas, pemerintah desa mengeluarkan anggaran untuk membuat posko-posko peduli Covid-19. Saat tulisan ini dibuat, posko-posko siaga Corona tersebut sudah tidak ada.
Menghadapi Corona dengan keyakinan Agama
Menghadapi Corona dengan keyakinan agama menjadi pilihan. Masyarakat kita adalah masyarakat beragama. Ketaatan dalam beragama mungkin berbeda-beda tingkatannya. Tapi agama sudah mengakar menghadirkan keyakinan.
Keyakinan agama sudah sedemikian kuat melekat. Misal, ada keyakinan bahwa semua penyakit pasti Tuhan turunkan obatnya. Karena Tuhan juga yang menurunkan penyakit itu. Semua musibah pasti ada hikmahnya. Juga mati dan kematian, karena sudah menjadi ketetapan Tuhan.
Keyakinan semacam itu didukung dengan usaha dan ikhtiar keagamaan. Banyak tokoh agama memberikan nasihat. Memberikan resep, cara dan metode yang tepat. Doa-doa diberikan, untuk diamalkan. Sambil berdoa, protokol kesehatan dilaksanakan ala kadarnya. Sekadar kemampuan yang dimiliki.
Ada sementara sebagian umat beragama yang kuat memegang keyakinan. Tapi pada saat yang sama, abai dengan imbauan pemerintah. Menolak kebijakan untuk sementara tidak melakukan sholat Jumat. Menolak untuk Shalat Tarawih di Rumah.
Namun secara umum, dengan pendekatan yang baik, masyarakat akhirnya menyadari. Mau memahami tentang bahaya virus corona. Keyakinan agama ditempatkan secara proporsional, Takdir ditempatkan bersama dengan ikhtiar. Sebagian memang ada yang melawan arus. Mungkin di desa saudara juga ada.
Hingga pemerintah mengumumkan masa normal baru, new normal, kenormalan baru, aktivitas masyarakat di pedesaan tetap berjalan. Satu bukti bahwa Masyarakat Desa Terbukti Mampu Menghadapi Ancaman Corona. Menggabungkan keyakinan agama dengan kebijakan pemerintah
Siaga Covid-19 Pemerintah Desa
Masyarakat pedesaan menjadi bagian yang terdampak bencana corona. Tak terkecuali mereka yang berada di pemerintahan desa. Siaga Covid-19 pemerintah Desa. Pemerintah Desa sedikit gagap karena kebijakan pemerintah pusat yang begitu cepat untuk diadaptasi.
Sinkronisasi antara pemerintah pusat, pemerintah desa dan masyarakat secara cepat dilaksanakan. Semua muaranya untuk menghadapi ancaman Corona secara positif. Kebijakan instan harus ditempuh secara terencana dan berkelanjutan.
Pemerintah desa harus berjuang bersama masyarakat. Di satu sisi harus menjalankan keputusan dan kebijakan pemerintah pusat. Di sisi lain berhadapan dengan beragam karakter masyarakat itu sendiri. Meski demikian, Gugus Tugas Siaga Covid-19 yang dibentuk, bisa berjalan. Sampai hari ini, Sabtu, 20 Juni 2020, Desa kami nihil dari kasus positif Covid-19.
Adanya kebijakan Dana Desa Responsif Bencana benar-benar menemukan momentumnya saat pandemi Corona. Bisa dibayangkan tentunya, bagaimana jika pemerintah desa tidak memiliki dana untuk menghadapi Corona. Tentu akan menghadirkan masalah tersendiri. Kita tidak boleh berhenti berharap, sampai kapanpun. Berharap Desa Aman dari Bencana Corona.
Demikian artikel opini sosial ini ditulis. Masyarakat Desa Saya Terbukti Mampu Menghadapi Ancaman virus Corona. Bagaimana dengan desa di mana Saudara tinggal? Semoga sama-sama mampu menghadapi Corona.