Tradisi Hajatan Masyarakat Yang Kembali Digelar
Tradisi hajatan yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat kini sudah nampak kembali digelar. Manfaat tradisi hajatan pun kembali menemukan momentumnya. Meski demikian, masih saja dalam bayang-bayang ancaman Corona Covid-19.
Contoh tradisi seperti hajatan yang sudah mulai digelar adalah pernikahan, hajatan sunatan, dan tradisi hajatan sejenis yang dalam praktiknya mengumpulkan banyak orang; sesuatu yang justeru harus dihindari untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Apa itu hajatan? Hajatan berasal dari kata hajat, yang berarti kebutuhan, keperluan. Dengan ditambah akhiran “an”, menjadi bermakna melaksanakan hajat, melaksanakan keperluan, kebutuhan, niat, rencana dan kehendak. Semuanya menjadi satu ungkapan; hajatan.
Kata hajatan sendiri sudah mafhum, bisa dipahami dengan mudah begitu diucapkan. Mengapa? Karena ini menyangkut tradisi. Sesuatu yang sudah menjadi tradisi di masyarakat, biasanya penyebutannya mudah dimengerti tanpa harus ada penjelasan yang lebih detail.
Hajatan adalah sebuah agenda, acara tradisi yang disengaja digelar oleh masyarakat. Biasanya untuk menandai pelaksanaan suatu peristiwa dalam waktu tertentu dengan isi dan rupa-rupa pendukung kegiatan yang ditetapkan.
Untuk sekian bulan, Hajatan menjadi tradisi yang tertunda, akibat dampak dari pandemi Corona. Ini di luar dugaan kebanyakan masyarakat. Ada sebagian yang tetap menggelar hajatan, namun dibubarkan aparat berwenang. Namun secara umum bisa dinyatakan, masyarakat patuhi anjuran pemerintah.
Contoh hajatan ada beberapa, di antaranya; yang bersifat umum seperti penyelenggaraan pernikahan, sunatan, keberangkatan haji. Saya katakan umum karena hampir semua segmen masyarakat muslim, tidak hanya di Jawa, melaksanakan tradisi tersebut. Tentu dengan cara yang berbeda-beda. Tradisi Budaya masyarakat setempat berpengaruh pada pelaksanaannya.
Contoh tradisi hajatan masyarakat yang bersifat khusus juga bisa kita jumpai. Tradisi khusus karena hanya dilaksanakan oleh segmen masyarakat tertentu. Masyarakat di Jawa biasa menggelar hajatan di bulan Sura dengan pagelaran Wayang Kulit. Ini tidak hanya berhubungan dengan hajat pernikahan atau sunatan. Tapi berhubungan dengan tradisi bulan Sura.
Manfaat Tradisi Hajatan
Sementara ada sebagian kecil kelompok masyarakat yang mencoba mengubah tradisi, termasuk hajatan, sebagian besar masyarakat lainya tetap dalam pendiriannya. Mempertahankan tradisi dan menggelar hajatan. Lalu, Apa manfaat dari tradisi hajatan di masyarakat?
[1] Manfaat yang pertama, tradisi hajatan memberi peluang kepada naluri manusia untuk berkumpul. Dengan digelarnya sebuah hajatan, antar-anggota keluarga bisa berkumpul dalam satu waktu. Demikian juga antar-anggota keluarga dengan anggota masyarakat. Cara berkumpul dalam situasi ini memang dibentuk, diselenggarakan. Dan itu memenuhi kebutuhan dasar manusia. [2] Manfaat yang kedua, dengan menggelar sebuah hajatan, pihak penyelenggara berkesempatan mengundang orang lain. Bisa tetangga, kerabat, teman hingga masyarakat umum. Ada sisi manfaat berupa penguat kekerabatan dala tradisi digelarnya sebuah hajatan.Untuk kesempatan yang lain, anggota masyarakat yang terundang, kelak akan mengundang untuk hajatan dirinya yang digelar. [3] Untuk manfaat yang tersembunyi, dan ini yang ketiga, tradisi hajatan masyarakat bisa menghadirkan penguat sistem budaya gotong royong dan persatuan antar-anggota masyarakat. Hajatan menyembunyikan pesan betapa persatuan dan kesatuan juga gotong royong masih kental dalam masyarakat. Di tengah kenyataan kehidupan semakin individualistis, tradisi hajatan masih mampu menghadirkan ciri komunitas masyarakat. [4] Manfaat yang keempat, penyelenggaraan hajatan oleh masyarakat sendiri adalah merupakan cara dan metode melestraikan tradisi itu sendiri. Kita mungkin tidak pernah tahu kapan sebuah tradisi benar-benar ada dan dimulai sebagai sebuah kebiasaan. Kita juga tidak menyadari betapa dengan tetap ada dan hadirnya di masyarakat, tradisi tersebut sesungguhnya sedang terus dipertahanakan.Bagaimana dengan masyarakat di sekitar Anda? Apa sudah mulai menggelar hajat nya? Jika sudah, semoga manfaatnya bisa kembali dirasakan. Dan, semoga semuanya dalam protokol kesehatan yang cukup.
Betapapun, semua merupakan ikhtiar. Corona boleh melanda. Tapi tidak boleh memorakporandakan tradisi masyarakat. Termasuk tradisi hajatan.