Opini

Pancasila Adalah Amanah Allah SWT, Sebuah Syarah

Dalam pandangan KH. Adib Rofi’udin Izza, Pancasila tidak lain adalah amanah Allah SWT untuk bangsa Indonesia. Beliau menulis Sebuah Syarah Pancasila.

Tulisan ini saya rekam dan saya tulis dari sebuah diskusi menarik dengan KH. Adib Rafi’udin Izza. Sekitar 12 tahun yang lalu,  yakni 2008. Pemikiran beliau tentang berbangsa dan bernegara sangat menarik, dengan asas tunggal Pancasila. Inilah buah pemikiran beliau tentang Syarah Pancasila.

Mengapa harus Pancasila

MUKTAMAR ke-24 Nahdlatul Ulama (NU) di Situbondo tahun 1984 menorehkan catatan penting bagi warga Nahdliyin, yang sekaligus memberi sumbangan berarti bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai salah satu ormas Islam tertua dan terbesar, NU menerima Pancasila sebagai asas tunggal dan menegaskan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah keputusan final.

Ada apa dengan Pancasila, dan mengapa harus Pancasila? Jawabannya persis seperti judul tausiah kali ini: Pancasila merupakan bagian dari amanah.

Apa itu amanah?

Dalam konteks Islam, amanah adalah perintah Allah SWT yang harus dilaksanakan segenap umatnya. Setiap orang mempunyai amanah dan tanggungjawab yang perlu ditandai dalam semua aspek kehidupan.

Amanah juga merupakan sifat yang menentukan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Ia juga merupakan salah satu unsur kesempurnaan pribadi yang patut dimiliki dan dipertahankan oleh setiap individu muslim. Begitu dalamnya makna amanah bisa dilihat dari definisi yang diberikan banyak ulama, seperti yang terangkum dalam kitab Al-Jami Al-Ayat Al-Ahkam:04.

  1. Imam Abu Bakar Muhyiddin Ibn ‘Arabi : “Yang dimaksud amanah adalah orang yang mampu melaksanakan sikap istiqomah dalam kehidupan sehari-hari”
  2. Imam Nawawi : “Al-ada al-faraaidl wa Taqwa (Melaksanakan segala kewajiban)”.
  3. Imam Qisa’i : “Al-akhlaq al-samiyah (Budi pekerti yang luhur)”
  4. Imam Zamakhsari : “Al-‘adaalah (keadilan)” (Menyampaikan kepada yang berhak)

Konsep amanah yang dipaparkan para ulama di atas akan lebih indah jika kita mampu menjaga/mengembannya. Apalagi, amanah merupakan pemberian Agung Allah SWT kepada manusia, khalifah di bumi yang mempunyai kewajiban menjalankan amanah itu.

Allah SWT berfirman tentang Khalifah dalam Al-Quran: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Sikap “protes” para malaikat tersebut bisa dimaklumi lebih dikarenakan ketidaktahuan malaikat akan manusia. Malaikat hanya memandang manusia dari segi “yang membuat kerusakan” (biquwwati ghodlbiyah) dan suka menumpahkan darah (biquwwati syahwiyah).

Apalagi, sebelum manusia mengemban amanah, Allah SWT telah menawarkan terlebih dahulu kepada langit dan bumi. Akan tetapi langit dan bumi tidak mampu melaksanakan amanah tersebut.

Seperti Firman Allah SWT dalam Al-Quran: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh”. (QS. Al-Ahzab:72)

Hadits Qudsi tentang Amanah

Dan terangkum dalam sebuah Hadits Qudsi tentang Amanah:

“Aku menawarkan amanah pada langit dan bumi, akan tetapi keduanya tidak mampu untuk melaksanakan amanah tersebut. Kemudian Allah bertanya pada Adam “apakah engkau sanggup membawa amanahku?” Adam menjawab “seandainya aku mampu membawa amanah itu, apa yang akan engkau berikan kepadaku?” Allah berfirman “jika engkau mampu maka aku akan memberikan pahala kepadamu, dan jika engkau menyia-nyiakannya maka kau akan aku adzab. Kemudian Adam menyanggupi untuk membawa amanah Allah.”

Kesanggupan Adam ini yang tidak disadari malaikat. Adam sanggup memikul tanggung jawab itu karena manusia dikaruniai kekuatan akal (biquwwati al-aql). Bangsa Indonesia adalah bagian dari manusia dan berarti juga diberikan amanah oleh Allah SWT. Amanah ini yang harus mampu dilaksanakan seluruh komponen yang ada di dalamnya.

Dalam konteks ini, kita harus berterima kasih atas kerja keras dan perjuangan para pendiri bangsa dalam menjalankan amanahnya, yakni merumus dan menggagas Pancasila sebagai bentuk tanggung jawab mereka menyatukan bangsa melalui sebuah ideologi yang mampu mengikat kuat menuju cita-cita kesejahteraan bersama.

Syarah Pancasila

Itu sebabnya, Pancasila bukan semata-mata sebuah simbol kebanggaan ideologi. Lima sila yang terkandung di dalamnya memuat sejumlah amanah Allah SWT yang wajib kita jalankan.

Kelima sila tersebut merupakan bagian dari amanah Allah SWT yang diperuntukkan bagi bangsa Indonesia dan kita sebagai warga bangsa ini wajib mengemban serta menjalankannya. Apabila kita tidak bisa mengemban/memikulnya, maka adzab adalah ganjarannya.

Kelima Amanah yang terdapat dalam Pancasila dapat kita jelaskan dalam Syarah Pancasila sebagai Amanah Allah SWT sebagai berikut:

Syarah Pancasila: Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini tidak bisa kita bantah lagi karena menyangkut ke-Esa-an Nya. Arti sila ini selaras dengan dalil Al-Qur’an QS. Al-Ikhlas:1-4 : 1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, 4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-ikhlas:1-4).

Dan QS. Al-Baqarah 163 yang berbunyi: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.

Syarah Pancasila: Sila Kemanusian Yang Adil dan Beradab

Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab ini sangat sejalan dengan konsep Islam (Al-Quran) yang selalu mengedepankan sisi kemanusian. Islam merupakan agama yang sangat ramah terhadap ranah ini. Sisi kemanusian yang diusung Islam akan sangat dirasakan umat manusia jika diterapkan dengan sikap yang baik (Akhlaq Al-Karimah).

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS. Ali Imran:134).

Hubungan horizontal manusia yang demikian merupakan bagian dari amanah Allah, sehingga jika kita laksanakan kelak tercipta nuansa madani dalam masyarakat. Hubungan antarmanusia ini hendaknya selalu dititikberatkan pada persoalan-persoalan positif, bukan pada persoalan negatif. Bahkan, termasuk pada masalah pertolongan.

Kita tidak boleh tolong-menolong yang bersifat negatif dengan dalih “saya tidak berani untuk menolaknya, karena badan (kedudukan) dia lebih besar dari saya”. Allah SWT berfirman: dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.(QS.Al-Maidah:2)

Sahabat Ali Karramallahu Wajhah pernah mengatakan dua hal tentang konsep kemanusian, yakni Tark Al-Adza (meninggalkan untuk tidak mendzolimi orang lain) dan Ikhtimaal Al-Adza (jika di-dzolimi maka dia tidak membalas/balas dendam).

Bila kita mampu mengemban amanah (sila Kedua) ini, maka kita akan menjadi golongan orang-orang pilihan. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya orang-orang pilihan diantara kalian adalah orang yang paling bagus akhlaqnya (muttafaqun ‘alaih)

Syarah Pancasila: Sila Persatuan Indonesia

Persatuan bangsa sangat penting bagi stabilnya sebuah Negara. Bangsa yang bersatu dan tak mudah dipecah-belah akan disegani dan dihormati. Dengan bersatu dan persatuan, kondisi damai, tentram dan sentosa lebih mudah dicapai karena adanya sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

Allah SWT berfirman: “dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS. Ali Imran:103)

Syarah Pancasila: Sila Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

Sila ini cermin bagi sebuah kepemimpinan dan demokrasi. Pemimpin akan selalu dilihat dan diikuti para pengikutnya (umat). Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memberikan contoh dan teladan yang baik kepada rakyatnya, karena rakyat akan senantiasa setia (taat) kepada para pemimpin.

Jika antara rakyat dengan rakyat, pemimpin dengan rakyat, atau pemimpin dengan pemimpin terjadi perbedaan pendapat, semangat musyawarah dan berdiskusi untuk mencari solusi hendaknya menjadi pilihan utama. Di sini Islam mendorong sistem demokrasi. Di mana Inti Demokrasi Adalah Musyawarah Mufakat.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(QS. An-Nisa:59)

“”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” (QS. Ali Imran:159)

Syarah Pancasila: Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Dalam Islam ada dua teori “pergaulan” yang diajarkan, yakni Khabl Min Allah dan Khabl Min Annaas. Keduanya juga bentuk amanah dari Allah SWT, karena dalam Islam bukan hanya hubungan vertikal yang harus dikedepankan, akan tetapi hubungan antarsesama pun harus kita jalankan.

Allah SWT menegaskan pada QS. An-Nahl:90 yang berbunyi: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku ‘adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl:90)

Hubungan antarsesama ini makin bermakna ketika terjadi sebuah perselisihan di antara kaum, khususnya orang Mu’min. Hendaknya kita harus menjadi penengah (mediator) guna menghindari tindak dan perbuatan anarkis.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran: dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Hujurat : 09)

Dan Hadist Nabi : Sesungguhnya orang-orang yang adil di hari kiamat nanti berada di atas mimbar cahaya, yakni mereka menerapkan keadilan pada hukum, keluarga, dan persoalan kepemerintahan (HR.Muslim).

NU dan asas tunggal Pancasila

Pentasliman Pancasila sebagai bentuk amanah dari Allah SWT — yang harus bangsa Indonesia jalankan — itu pula yang diakui Nahdlatul Ulama (NU). Dalam hal ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) selaku lembaga tertinggi masyarakat Nahdliyin, begitu mengakui dan mempertahankan Pancasila sebagai asas tunggal bangsa Indonesia.

Karena di dalam Pancasila sudah terangkum sejumlah amanah Allah SWT yang wajib kita jalankan, bukan sekadar ideologi semata.

Mudah-mudahan kita mampu mengemban serta mampu menjalankan amanah dari Allah SWT, dan kelak termasuk golongan orang-orang yang bertakwa dan selalu mendapatkan naungan–Nya. Dalam kitab Riadl Al-Sholihien diterangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, akan ada tujuh golongan yang kelak nanti akan dinaungi oleh Allah SWT, yakni :

  1. Imam yang adil,
  2. Pemuda yang tumbuh dan selalu beribadah kepada Allah,
  3. Orang yang ahli berjamaah (hatinya selalu menyatu dengan Masjid),
  4. Orang yang ketika berdzikir selalu menangis (mengingat akan dosa-dosanya).
  5. Orang yang berkumpul (bergaul) karena Allah SWT dan berpisah pula karenaAllah SWT.
    Shodaqoh Sirri.
  6. Seseorang yang dirayu dan diajak berbuat kemaksiatan oleh seorang wanita yang cantik dan berkedudukan kemudian ia menolak seraya berkata “aku takut kepada Allah”.

Wallahualam Bisshowab

Admin Disclaimer:

  1. Artikel Syarah Pancasila ini karya dari KH. Adib Rofi’udin Izza, Mustasyar PBNU, Sesepuh Buntet Pesantren.
  2. Ditulis kembali oleh: Ah.Md.Irfan Maulana, Syh., SH. Dengan judul Amanah Dalam Pandangan Bangsa dan Bernegara: Pancasila Merupakan Bagian Dari Amanah, dan diposting di Facebook
  3. Atas Ijin dari Penulis, Artikel ini dipublis oleh Admin di blog Artikel Opini ini, dengan penyesuaian judul tanpa merubah isi dan kandungan artikel.

Kang Nawar

Hello ! Saya Kang Nawar aka. Munawar A.M. Penulis Freelance. Terima kasih sudah singgah di Blog Artikel Opini, Review & Esai Digital ini. Berkenan kiranya untuk membagikan artikel dan mengikuti saya di media sosial. Terima kasih sudah singgah. Saya berharap Anda akan datang kembali ke blog ini. Terima Kasih.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button