Pandangan Dunia Tauhid, Keesaan dan Kebhinekaan
Artikel pendek ini mengulas tentang pandangan dunia tauhid hubungannya dengan keesaan dan kebhinekaan. Keesaan Tuhan sang Maha Pencipta dengan Kebhinekaan Ciptaan-Nya.
Tauhid merupakan puncak pandangan dunia (world view) bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan dari dunia hingga kelak di akhirat. Pandangan yang meng-esakan Tuhan ini memiliki implikasi genealogis yang tak terbantahkan; bahwa pada hakikatnya keterciptaan manusia adalah bagian inheren dari ke-esa-anNya.
Manusia tidak dan bukan diciptakan oleh selain-Nya. Jika keseluruhan manifestasi alam raya termasuk manusia di dalamnya diciptakan oleh selain-Nya, maka pandangan dunia Tauhid akan kehilangan signifikansinya.
Kebhinekaan sebagai fitrah dari Tuhan
Bahwa manisfestasi keanekaragam, atau dalam bahasa kita sehari-hari dinyatakan dengan kebhinekaan, tidak lain semata karena kuasa, rencana dan karsaNya. Sebagaimana akan terlihat di bawah nanti, keesaan keterciptaan manusia adalah fitrah-Nya, sebagaimana kebhinekaan juga adalah fitrah-Nya.
Fitrah dalam pengertian ini adalah aspek yang bersifat asali, given, taken for granted dan karenanya tidak bisa tertolak. Oleh sebab itu, atas alasan apapun, manusia tidak bisa menghilangkan atau bahkan menghapuskan karakter heterogen dalam kebhinekaan yang ada dan menggantikannya dengan homogenitas manusia.
Fitrah keesaan keterciptaan manusia yang homogen, fitrah manusia di satu sisi dan fitrah kebhinekaan yang heterogen di sisi yang lain, digambarkan dalam Al Qur’an Surat Al Hujuraat, ayat 13, yang berbunyi:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Bukan hanya manusia yang secara wujud mengejawantah dengan karakter heterogen, komunitas manusiapun secara asali pada kenyataannya berkarakter heterogen. Kecenderungan untuk berkelompok dalam diri manusia ada dalam fitrah keesaan keterciptaan.
Komunitas atau kelompok masyarakat yang kita temukan di seluruh dunia, bahkan kelompok masyarakat di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, ada dalam bingkai fitrah-Nya.
Baca juga: Bagaimana Nalar Islami Dalam Merawat Toleransi?
Heterogenitas umat manusia
Heterogenitas umat manusia sebagai manifestasi Kebhinekaan Ciptaan Tuhan dinyatakan setidaknya dua kali dalam Al Qur’an. Salah satunya;
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu (Al Maidah: 48).
Ada empat kata kunci yang perlu ditegaskan di sini agar bisa memahami konteks ayat di atas agar lebih komprehensif dan tidak parsial.
Pertama, pengejawantahan kebhinekaan umat manusia dengan masing-masing karakternya, adalah kehendak Tuhan. Melawan keanekaragaman berarti melawan kehendak Tuhan.
Kedua, ada ujian Tuhan atas manusia dalam kebhinekaan itu agar manusia mampu menghadapi dan mencari solusi atas persoalan yang melingkupinya.
Ketiga, seruan untuk berbuat kebajikan; baik yang berlandaskan langsung kepada ajaran agama, maupun tradisi dan kearifan lokal berbasis umat atau komunitas.
Keempat, selalu dalam kesadaran bahwa atas kehendakNya lah, semua akan kembali kepadaNya.
Satu kata kunci perlu ditambahkan di sini, yaitu pemberian “rahmat” dari Tuhan kepada manusia seperti dinyatakan dalam Al Qur’an Surat Huud, ayat 118:
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka”.
Manusia dengan pemberian “rahmat” dari Tuhan adalah tipe manusia terpilih. Mereka diciptakan-Nya untuk menjadi duta Tuhan di dunia ini untuk memberikan penjelasan, menyampaikan kebenaran, menjadi teladan dalam berbuat kebajikan, menjadi penengah dalam penyelesaian perselisihan yang muncul dalam realitas kebhinekaan yang dihadapi.
Nabi Muhammad SAW ada dalam bingkai ini; yaitu manusia dengan rahmat Allah SWT yang tak pernah terputus. Dia mengantisipasi fitrah kebhinekaan, fitrah kemajemukan, dengan sangat tepat dalam rangka menjaga serta mempertahankannya melalui Piagam Madinah.
Demikian artikel opini pendek keislaman tentang pandangan dunia tauhid dan kebhinekaan. Semoga bermanfaat.