Tadarus Online, Tadarus Daring Dalam Kultur Digital

Tadarus Online atau sering disebut tadarus daring, adalah bagian dari fenomena religiusitas dalam kultur digital. Tren membaca Al Quran secara online ini hadir seiring dengan perkembangan teknologi berbasis smartphone. Ia juga hadir dalam kultur yang semakin dekat dan melekat dimana teknologi ada dalam genggaman.

Salah satu contoh tadarus onine adalah One Day One Juz (ODOJ) yang muncul media sosial seperti Whats App (WA). Banyak grup WA –mungkin juga grup di media sosial lainnya– yang oleh para anggotanya, dijadikan media untuk memacu ihtiar membaca Al Qur’an. Dilakukan secara lebih intens untuk dijadikan sebagai kebutuhan.

Ada yang memakai cara Satu Hari Satu Juz. Ada pula contoh tadarus daring yang menggunakan model Seminggu Sekali Satu Juz (One Week One Juz) yang harus dibaca oleh setiap anggotanya.

Masing-masing anggota grup akan memberi notifikasi jika pembacaan sudah selesai. Setelah semua selesai dibaca, dilanjutkan dengan membaca doa Khotmil Qur’an, oleh anggota yang ditunjuk. Begitulah seterusnya sehingga pembacaan Al Qur’an terus berlangsung.

Tren tadarus Al Quran daring

Mari kita sikapi secara positif. Tren tadarus daring tadarus online, sudah menjadi bagian dari budaya digital di lingkungan kita. Boleh jadi tren tadarus Al Quran daring ini, bisa memacu kebutuhan akan kedekatan kita dengan Al Qur’an.

Bahwa cara membaca (dan mengkhatamkan Al Qur’an) semacam itu memang relatif baru, akan tetapi substansinya tetap sama, yaitu bagaimana kita membaca Al Qur’an. Dikatakan baru, karena ada mekanisme yang harus ditaati, yaitu keharusan untuk membaca satu Juz dan memberikan notifikasi jika pembacaan sudah selesai.

Keharusan itu secara langsung mendorong rasa tanggungjawab pribadi di hadapan anggota lainnya; juga bisa mendorong peningkatan disiplin diri. Meski demikian, keharusan semacam itu tidak boleh bersifat terpaksa, karena bisa menodai hikmah membaca Al Qur’an.

Sebaliknya, keharusan semacam itu juga tidak boleh membebani diri, sebab jika demikian, kita berpotensi kehilangan manfaat dari keutamaan membaca Al Qur’an. Apa lagi di bulan Ramadhan

Salah satu hikmah yang bisa dipetik dari tren ini adalah meningkatnya intensitas perjumpaan kita dengan Al Qur’an. Jika memakai cara One Day One Juz, kita sudah pasti akan memegang dan membaca Al Quran setiap hari.

Jika kita memakai cara One Week One Juz, kita juga pasti akan memegang dan membaca Al Qur’an, seminggu sekali, atau setiap hari dalam satu minggu untuk menyelesaikan satu juz yang menjadi kewajiban kita.

Lantas, apakah dengan cara tersebut, kebutuhan kita untuk membaca Al Qur’an terpenuhi? Jawabannya, pasti  terpenuhi. Mungkin anda termasuk yang sedang mengikuti tren ini. Jika demikian, mari aktivitas ini dijalani secara istiqomah, secara terus menerus dan bertanggungjawab.

Kita ada pada cara yang benar untuk menempatkan membaca Al Qur’an sebagai kebutuhan. Dan yang terpenting dalam cara ini adalah keharusan membuang sikap dan rasa riya’ (sombong) dalam kita menyelesaikan pembacaan Al Qur’an. Dengan cara itu, kita telah berpartisipasi dalam upaya membumikan Al Qur’an.

Baca juga: Tren Ngaji Online, Mengaji di Ruang Digital

Membumikan Al Qur’an

Ungkapan membumikan Al Qur`an secara implisit mengandung makna bahwa Al Qur`an kini masih melangit sehingga karenanya perlu dibumikan. Tentunya dalam pengertian hakikinya, Al Qur`an sebenarnya telah membumi begitu Allah menurunkan ayat Al Qur`an yang terakhir kepada Rasulullah SAW.

Maka yang dimaksud dengan ungkapan membumikan Al Qur`an sebenarnya adalah maknanya yang majazi (metaforis), bukan makna hakikinya.

Dalam makna metaforiknya, perkataan membumikan Al Qur`an mengisyaratkan jauhnya Al Qur`an dari kenyataan kehidupan yang kita hadapi. Padahal, idealnya Al Qur`an itu dekat dengan kita. Dekat dengan kehidupan kita di sini, dan saat ini.

Jadi membumikan Al Qur`an mengandung pengertian adanya upaya untuk mewujudkan “yang jauh” menjadi “yang dekat”, yakni mendekatkan dua kondisi yang berbeda, kondisi ideal Al Qur`an di satu sisi, dan kondisi nyata kehidupan kita, di sisi lain.

Dalam pengertian tersebut, kontekstualisasi paling mendasar dari membumikan Al Quran adalah dengan membacanya. Dan yang paling praktis adalah membacanya sebagai kebutuhan. Dengan menjadikan “membaca Al Qur’an sebagai kebutuhan”, maka ia harus secara dengan sadar diupayakan adanya.

Ia diciptakan kehadirannya, dan dilaksanakan secara terus menerus, sebagaimana terus menerus pengupayaan kehadiran kebutuhan pokok untuk menunjang kehidupan kita.

Memenuhi kebutuhan membaca Al Qur’an

Praktik dari tadarus online One Day One Juz  atau One Week One Juz dalam kultur digital, pada prinsipnya adalah satu dari sekian banyak cara untuk memenuhi kebutuhan akan membaca Al Qur’an. Sebagaimana silaturahmi digital virtual yang fenomenal, dalam tren yang belakangan menguat.

Memanfaatkan media sosial seperti ngaji online di media sosial secara lebih positif. Seharusnya pula bisa meningkatkan ibadah kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini akan mungkin dicapai ketika kita memperhatikan dan mempraktikkan rambu-rambunya.

Salah satunya adalah tahu tentang hukum membaca Al Qur’an melalui media Daring. Bagaimana hukumnya? Sudah banyak jawaban untuk pertanyaan itu. Satu hal yang pasti, tadarus daring sudah menjadi bagian dari digital culture lifestyle, kultur baru masyarakat digital

Demikian artikel pendek Tadarus Online, Tadarus Daring dalam Kultur Digital. Semoga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button