Ramadhan, Kembali Shalat Tarawih di Masjid dan Musholla

Alhamdulillah bisa Kembali Shalat Tarawih di Masjid dan Musholla, sesuatu yang sempat menjadi perdebatan sekaligus kekhawatiran masyarakat muslim Indonesia di Ramadhan tahun 2021 ini.
Bulan Ramadhan tahun 2020, ada fatwa, banyak himbauan hingga larangan untuk shalat tarawih baik di Masjid maupun Musholla.
Blog ini pernah menayangkan tulisan Tarawih di Rumah (Jumat, 24 April 2020). Pasalnya, Ramadhan tahun 2020 lalu, bersamaan dengan pandemi covid-19, pelaksanaan Shalat Tarawih tidak boleh di Masjid atau di Musholla. Langkah pengosongan masjid pun harus terjadi.
Kita patut bersyukur, Ramadhan tahun 2021 kali ini sudah kembali diperbolehkan Shalat Tarawih di Masjid maupun Musholla. Meski di beberapa wilayah, masih berlaku pembatasan sosial dengan skala sesuai ketetapan. Tarwaih boleh di Masjid atau Musholla, namun ada ketentuan, misal, hanya boleh berisi 50% dari kapasitas daya tampung Masjid/Musholla.
Di Kampung saya sendiri, sepertinya pembatasan 50% jamaah shalat Tarawih “tidak berlaku”. Meski demikian, sebagian masyarakat masih patuh pada protokol kesehatan. Sebagian lainnya sudah tidak menghiraukan lagi.
Bisa jadi disebabkan karena keyakinan akan semakin menurunnya ancaman covid-19. Atau karena menikuti sebagian yang lain. Atau bahkan sudah tidak ada lagi “beban psikis” akibat kuatnya informasi seputar Virus Corona.
Pembatasan 50% jamaah pun sebenarnya, seperti yang saya lihat, tidak efektif diberlakukan. Namun, untuk sebagian Masjid dan Musholla, tetap menerapkan jaga jarak, jaga shaf dalam pelaksanaan Shalat Tarawih.
Shalat Tarawih di Masjid/Musholla
Diskursus tentang boleh dan tidak bolehnya Shalat Tarawih di Masjid/Musholla pun sudah tidak seseru tahun lalu. Kita masih ingat bagaimana masing-masing memiliki pendapatnya; dengan argumentasi dan dalil yang disampaikannya. Semua memberikan solusi terbaik.
Apakah hari ini, yang pernah viral sebagai New Normal, sudah terwujud dalam kultur masyarakat? Rasanya belum. Alih-alih menuju new normal, banyak sektor kehidupan masyarakat berjalan seperti sebelum pandemi covid-19 hadir. Ia menghalangi proses new normal memapankan diri. Atau, karena New Normal memang merupakan konsep yang mengawan? Tidak membumi? Bisa jadi demikian.
Baca juga: Tahun Baru, Terompet dan Hujan
Yang paling menonjol dalam hal penyikapan atas covid-19, dengan alasan memutus mata rantai penyebaran, adalah penggunaan Masker. Ya, jika penggunaan Masker merupakan varian dari perwujudan New Normal, tampaknya masyarakat ada dalam fase tersebut. Namun, apakah ini akan terus berlangsung? Tidak ada akibat tanpa sebab, tentunya.
Kembali ke Shalat Tarawih. Jika dengan kondisi New Normal, seharusnya masih dan lebih banyak yang terlihat mengenakan Maker, sebagai bentuk kewaspadaan bersama. Juga jaga jarak, jarak antar shaf dan antar jamaah. Jika sebagian masih patuh protokol kesehatan, maka itu berhubungan dengan mindset cara menyikapi.
Namun, jika sudah tidak mengenakan masker, dan shaf jamaah shalat Tarawih tidak lagi menjaga jarak; sejatinya itu bukan unsur pembangkangan pada imbauan yang mengatur. Lalu apa? Ada kerinduan mendalam di dalamnya; rindu akan suasana kebersamaan, kedekatan, dan kehangatan; sesuatu yang sementara waktu pernah dan telah terkoyak oleh virus corona.