Menunda Puasa? Bolehkah dan Apa Saja Alasannya?
Menunda Puasa? Ada orang yang mengusulkan untuk menunda Puasa di bulan Ramadhan. Bolehkah? Alasannya, pandemi virus corona menyebabkan imunitas seseorang menurun, sehingga muncul usulan menunda puasa, tidak perlu puasa. Sebagai gantinya, dibayarkan fidyah, denda.
Ini usulan yang mengada-ada, mengusik nalar fikih Islam. Terlebih, usulannya ditujukan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), agar mengeluarkan fatwa tentang penundaan (melaksanakan) puasa, bagi masyarakat muslim terdampak Covid-19. Dikabulkankah? Tentu tidak.
Yang disorot di balik usulan itu adalah bahwa pergerakan term yang massif dan menjadi viral di media sosial. Dikhawatirkan, ini akan menggiring dan membentuk opini publik, atau lebih dari sekadar opini, melainkan menjadi pilihan, merekayasa diri membuat alasan untuk tidak melaksanakan puasa. Dan ini menyesatkan.
Dalam literatur fikih yang membahas ihwal puasa Ramadhan, tidak pernah muncul istilah penundaan pelaksanaan puasa. Puasa Ramadhan itu sudah maktubah, ditetapkan waktunya, di bulan Ramadhan, dilaksanakan selama sebulan penuh. Puasa Ramadhan hukumya fardhu, wajib dilaksanakan oleh umat Islam.
Memang kemudian ada kemudahan-kemudahan berkaitan dengan pelaksanaannya; bahwa orang-orang tertentu, dalam kondisi tertentu, boleh tidak menjalankan puasa, dengan keharusan mengqadha dan atau membayar fidyah di kemudian hari. Ketentuan ini sudah mafhum, jumhur ulama menyetujuinya.
Dalam konteks ini, tak ada klausul mengenai penundaan puasa. Halangan yang menyebabkan seseorang boleh tidak melaksanakan puasa, substansi dan semaangatnya bukan ada unsur sengaja, menyengaja, sebagaimana kesengajaan, untuk menunda. Ini beda pengertian dan penerapannya.
Menyengaja untuk menunda melaksanakan puasa bisa berarti melawan hakikat dibalik perintah diwajibkannya puasa. Adapun alasan terjadinya pandemi virus corona yang menjadi bencana nasional, tidak serta merta bisa dijadikan alasan menunda pelaksanaan puasa Ramadhan.
Sementara efek pandemi Covid-19 inipun sudah sangat dirasakan dampaknya terhadap perekonomian dan ketahanan pangan. Menjadi tidak nyambung jika krisis pangan bisa diakumulasi untuk membayar fidyah. Sedang untuk memenuhi kebutuhan pangan selama sebulan ke depan saja sudah sangat sulit dirasakan.
Dalam konteks dampak krisis pangan inilah sejatinya bisa direfleksikan sebagai penguat agar justeru semakin semangat melaksanakan puasa Ramadhan, bukan menundanya. Sebab, dengan puasa, kita diajari untuk menahan diri.
Bukan hanya dari makan dan minum, melainkan menahan diri dari pola hidup boros, konsumtif. sebuah pola hidup yang sangat tidak cocok dalam situasi krisis akibat wabah virus corona. [Demikian sekadar Percikan Ramadhan, semoga Bermanfaat]