Travel Plat Hitam, Rihlah Berkeberuntungan dan Membekas

Perjalanan bersama mobil travel plat hitam menorehkan banyak hikmah, salah satunya: rihlah atau perjalanan yang menyajikan peristiwa mencekam, membingungkan namun berkeberuntungan (dalam artian mendapatkan manfaat pengalaman yang membekas)
Apa keberuntunagn itu? Ya, bukan hanya Saya yang merasa beruntung yang berkesempaan ke Sijunjung, tapi juga laki-laki muda sopir mobil travel plat hitam. Ia yang dengan bahasa Indonesia rasa Minang, menghubungi Saya lewat Handphone sesaat setelah landing di Bandara Internasional Minangkabau (PDG).
Saya merasa beruntung, karena satu teman sudah berada di lokasi kegiatan untuk mengikuti pembukaan. Perjalanan saya ke Sijunjung dalam komunikasi yang cukup. Meski ada kendala di coverage area signal smartphone.
Baca juga: Rihlah ke Pesisir Selatan di Koto XI Tarusan Sumatera Barat
Ke Sijunjung adalah rihlah pertama di wilayah Sumatera Barat. Menjalankan tugas organisasi bersama 3 orang teman. Satu teman sudah terlebih dahulu berangkat ke Sijunjung. Satu teman lagi, pada saat saya landing, pesawatnya delay di Bandara Internaional Soekarno Hatta (CGK).
Saya breuntung dan bersyukur, karena perjalanan ke Sijunjung bersama dengan teman yang masih dalam perjalanan di pesawat. Artinya, keberangkatan dari Padang bersama-sama dan ada teman bicara sesama Jawa selama di perjalanan.
Peristiwa yang membingungkan
Komunikasi dengan sopir yang menjemput di Bandara Minangkabau agak tersendat karena faktor bahasa dan intonasi yang saya kurang tanggap dengan dialek Minangkabau. Ini menjadi gejala peristiwa yang membingungkan.
Ada perbedaan signifikan dalam dialek dan pengucapan kalimat. Meskipun menggunakan bahasa Indonesia. Dampaknya pada pendegaran dan pemahaman saya atas pembicaraan yang berlangsung. Akibatnya hampir terjadi salah paham.
Sambil menyiapkan artikel jejak waktu ini, Saya menyimpulkan. Beberapa hal dari komunikasi dengan supir travel plat hitam pengantar ke Sijunjung kemudian saya ketahui mengendarai mobil travel plat hitam dengan plat nomor B (Jakarta). Ini mobilnya ? Saya menggumam: ini juga bagian dari moda transportasi publik.
Kisahnya begini. Sopir travel plat hitam tidak bisa masuk ke area parkir Bandara karena; tidak memiliki kartu akses masuk bandara. Kemudian membeli kartu di luar sana, dan meminta saya mengganti biaya pembelian.
Sebenarnya, sopir juga tahu, saat itu ada aturan; hanya biro travel tertentu yang bisa masuk ke area Bandara. Tapi dia memaksa diri masuk persis di depan pintu utama kedatangan. Dan langsung mengajak saya masuk mobil. Dari sini peristiwa membingungkan mulai berawal.
Interogasi, negosiasi dan sanksi
Tidak butuh waktu lama, saya mendapati kesimpulan selanjutnya: sopir bermasalah, mobil travel plat hitam juga bermasalah (tudak ada izin masuk area Bandara). Pihak yang punya otoritas di area halaman Bandara Internasional Minangkabau pun menarik supir ke sebuah ruangan. Saya hanya memperhatikan dari jauh.
Kesimpulan selanjutnya, terjadi proses interogasi terhadap supir dan negosiasi antara supir dengan pihak “keamanan” Bandara. Hampir setengah jam belum juga selesai. Para pihak bergantian mendatangai saya yang keluar dari mobil travel plat hitam, satu per satu menawarkan mengantarkan saya ke Sijunjung.
Baca juga: Rihlah ke Solok Selatan, Singgah di Jorong Malus Sangir
Kemudian saya merenung, ini bukan masalah yang berhubungan dengan saya. Tapi antara sopir dengan otoritas Bandara. Saya kembali merenung, bagaimana peristiwa ini tidak menjadi kendala perjalanan ke Sijunjung. Karena saya tahu, pihak travel yang menjemput ini adalah pesanan panitia.
Waktu terus berjalan, dan lagi-lagi, ada hal yang membingungkan. Sopir travel plat hitam ke Sijunjung tadi, dikawal seseorang menuju sisi luar area parkir Bandara. Tak cukup dengan interogasi dan negosiasi rupanya. Si sopir juga dijatuhi sanksi. Berlari-lari dan mengitari area parkir.
Beruntung bisa keluar dari Bandara
Interogasi, negosiasi dan sanksi selesai, dan akhirnya kami beruntung juga bisa keluar dari halaman Bandara. Tapi, kami harus mematuhi keputusan mereka. Sopir travel ke Sijunjung itu harus keluar sendiri dengan mobilnya dan menunggu Saya di luar gerbang masuk Bandara.
Sementara, Saya juga harus mematuhi keputusan mereka. Saya keluar dari Bandara tapi wajib diantarkan oleh travel resmi bandara. Alhamdulillah, saya beruntung karena bisa keluar dari halaman Bandara.
Hanya butuh waktu kurang dari 4 menit untuk sampai gerbang Bandara. Kali ini, supir travel resmi bandara yang beruntung. Karena mengaku tidak punya kembalian dari ongkos yang harus saya bayarkan.
Dia pula yang menawari saya untuk mengantar ke Sinjunjung. Saya turun dari mobil, dan melihat dengan jelas; mobil travel resmi bandara itu juga dengan plat nomor hitam. Lalu mobil tersebut berputar dan kembali masuk ke area Bandara.
Sopir Travel Plat Hitam ke Sijunjung tampak di depan, saya menghampiri dan Saya meminta untuk diantarkan ke rumah makan untuk istirahat. Sambil menunggu teman yang masih dalam perjalanan dari Jakarta untuk landing di Bandara Internasional Minangkabau.
Kemudian, Sopir Travel Plat Hitam meyakinkan Saya untuk jangan ke mana-mana, karena dia sudah di kontrak oleh pemilik travel untuk mengantar ke Sijunjung. Tetap di rumah makan, katanya. Saya beruntung bisa istirahat dengan cukup.
Sopir pun pamit, untuk menjemput calon penumpang lain di Padang Pariaman yang akan menuju ke Jambi. Batin saya berucap: rupanya, ini travel plat hitam jurusan Padang ke Jambi yang nanti melewati kabupaten Sijunjung. Bersambung ke sini Ke Sijunjung, Bersama Mobil Travel Plat Hitam.