Esai Islami

Kriminalisasi Ulama (Ulama Tidak Kebal Atas Tindakan Kriminal)

Belakangan ini muncul pandangan yang seolah-olah hendak menegasikan bahwa perilaku, ucapan dan tindakan atau perbuatan seorang Ulama itu tidak bisa tersentuh oleh hukum. Sekelompok orang berusaha keras melakukan massifikasi wacana menggunakan ungkapan kriminalisasi Ulama.

Kriminalisasi Ulama?

Ungkapan kriminalisasi Ulama sedemikian massif digelorakan melalui media sosial untuk membentuk opini publik, meyakinkan masyarakat pendukungnya, dan melakukan perlawanan bahwa kriminalisasi itu nyata adanya. Itu di satu sisi. Di sisi lain, langkah itu ditempuh untuk “membersihkan” Ulama yang menjadi panutannya itu dari semua tuduhan dan sangkaan yang ditimpakan kepadanya.

Untuk menambah daya gebrak perlawanan, digelorakan wacana dengan menempatkan pihak penegak hukum pada posisi yang tidak adil, dikesankan “tebang pilih” dalam menangani kasus-kasus di luar yang menyeret nama-nama para Ulama.

Mengikuti gerakan tersebut, publik kemudian dicoba dibuat untuk memiliki kesan, pikiran hingga opini bahwa pemerintah Presiden Joko Widodo semakin giat menistakan Ulama, terjangkit Islamophobia, menyudutkan umat Islam hingga dituduh anti-Islam.

Saat ini, sebagian masyarakat sudah “terbius” dengan wacana kriminalisasi Ulama itu hingga meyakininya menjadi sebuah kebenaran. Umumnya, mereka yang masih setia dan satu barisan dengan Ulama yang menurut mereka sedang dikriminalisasi.

Dikatakan sebagian, karena sebagian masyarakat pendukung lainnya ternyata perlahan-lahan menarik diri dari dukungan verbal melalui media sosial maupun gerakan nyata. Mereka yang mengatasnamakan diri presidium alumni 212 mulai kehilangan simpati dan dukungan umat Islam.

Baca juga: Indonesia Kiblat Madzhab Sunni Untuk Dunia Islam

Ulama Bukan Sosok Kebal Hukum

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 D ayat 1 menyatakan; “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta pelakuan yang sama di hadapan hukum”. Persamaan di hadapan hukum adalah asas di mana setiap orang tunduk pada hukum yang berlaku dan Negara hadir memberikan jaminan atas persamaan itu dengan prinsip keadilaan.

Setiap warga Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan demikian tidak ada yang kebal terhadap hukum, termasuk para Ulama, pejabat pemerintah, politisi, pengusaha, hingga rakyat biasa. Semua perilaku mereka memiliki konsekuensi hukum. Apabila terindikasi melakukan pelanggaran, maka dapat dikenakan sanksi hukum. Kepada mereka tidak ada perlakuan hukum istimewa dari Negara yang berpotensi mencederai rasa keadilan.

Para Ulama bukan sosok yang kebal terhadap hukum. Sebagai manusia, ia juga tidak kebal terhadap perilaku kriminal dan perbuatan yang tergolong kriminalitas.

Beberapa kasus kriminal di Indonesia pernah melilit Ulama. Kasus korupsi oleh bendahara Pengurus Pusat MUI beberapa waktu lalu adalah salah satu contohnya. Lepas maupun terkait dengan kredibilitas ke-ulama-an dari yang bersangkutan, fakta hukum sudah berbicara, dan kelembagaan MUI menjadi tercoreng.

Jika kita menelisik terhadap ungkapan kriminalisasi Ulama, ada yang janggal dan terkesan rancu. Kejanggalan itu muncul dari aspek ketidaktepatan penempatan kata Ulama secara over-general; terlalu umum dan tidak spesifik, sehingga memunculkan kesan menjadi “banyak Ulama” yang sedang dikriminalisasi. Kriminalisasi lebih tepat diarahkan pada perilakunya, bukan pada pribadi dirinya sebagai seeorang yang ‘Alim.

Istilah Kriminalisasi Ulama

Penggunaan istilah kriminalisasi mengalami kerancuan jika lalu diyakini sebagai sebuah kebenaran, dijadikan pembenar untuk terus mengupayakan perlawanan. Petanda bahwa itu diyakini sebagai pembenar terlihat dari belum beranjaknya opini pendukung Ulama yang bersangkutan tentang hal itu.

Mereka melawan menggunakan ujaran seperti Sumpah Mubahalah terhadap siapapun yang menurutnya melakukan kriminalisasi. Mereka juga tidak segan-segan menggunakan ujaran-ujaran kebencian terhadap institusi penegak hukum.

Dengan melihat fakta tersebut, penggunaan istilah kriminalisasi sebenarnya tidak relevan, mengingat bahwa kasus-kasus yang ada di antaranya sudah memenuhi unsur tindak pidana. Secara disadari atau tidak, penggunaan secara masif ungkapan kriminalisasi Ulama justru memosisikan para Ulama pada wilayah yang benar-benar sedang berurusan dengan perkara kriminal. Itu sekaligus membuktikan bahwa perilaku dan ucapan Ulama tidak bisa lepas dari ancaman sanksi hukum.

Masifnya ungkapan kriminalisasi Ulama bukan tidak menghadirkan counter wacana. Banyak pihak yang kontra mengambil sikap. Di media sosial, mereka menumpahkan semuanya. Mereka menyoal, menyoroti, menggugat dan meragukan status dan nilai keulamannya. Menghubungkannya dengan kasus-kasus bermuatan unsur pidana yang sedang disangkakan. Itu adalah sikap yang wajar dan terkesan lebih elegan dan proporsional.

Mereka lebih mengedepankan tinjauan hukum yang lebih substantif ketimbang yang artifisial dan formalitas. Menggunakan fakta kasus per kasus yang memiliki sandaran hukum yang jelas sebagai penguat opini. Jauh dari unsur sentimental dan emosional atas dasar primordialisme dan identitas kelompok. Sebagai warga negara, kita bersama mereka mendorong agar kasus-kasus itu ditindaklanjuti melalui proses hukum yang bisa menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat.

Ideal seorang Ulama

Ideal seorang Ulama, dengan kedalaman ilmu, keluasan pengetahuan dan keluhuran ahlak yang dimiliki, adalah sosok yang memiliki jiwa ksatria, berhati dan berjiwa besar. Mereka para penjaga agama dan spiritualitas sekaligus.

Di Indonesia, Ulama dengan karakter seperti itu masih banyak dan masih dapat kita jumpai, tidak terkecuali yang berasal dari keturunan Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai Habib. Tidak sedikit pula para Habaib yang istiqomah dalam dakwah dengan karakter yang teduh, santun, mengayomi dan menjadi panutan umat.

Kepada mereka, kita sandarkan keteladanan umat hari ini dan di masa yang akan datang; tidak terkecuali keteladanan dalam pertanggungjawaban sikap atas suatu perbuatan melawan hukum. Itu sangat penting bagi proses pendewasaan umat terhadap kesadaran atas asas persamaan di hadapan hukum dan ketaatan umat akan hukum.

Untuk menjadi teladan dalam mendukung proses penegakkan hukum, seorang Ulama tidak harus melalui proses terlibat perkara melawan hukum atau dengan melakukan tindak kriminal.

Kang Nawar

Hello ! Saya Kang Nawar aka. Munawar A.M. Penulis Freelance. Terima kasih sudah singgah di Blog Artikel Opini, Review & Esai Digital ini. Berkenan kiranya untuk membagikan artikel dan mengikuti saya di media sosial. Terima kasih sudah singgah. Saya berharap Anda akan datang kembali ke blog ini. Terima Kasih.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button