Ke Sijunjung, Jejak Waktu Bersama Travel Plat Hitam

Perjalanan ke Sijunjung di Sumatera Barat bersama travel plat hitam menginspirasi torehan catatan perjalanan dan jejak waktu pun terus terkenang. Silakan baca dulu Travel Plat Hitam, Rihlah Berkeberuntungan dan Membekas agar cerita perjalanan ini tersambung.
Masih berada di tempat kuliner dekat Bandara Internasional Minangkabau (PDG). Menunggu teman yang sebentar lagi landing. Juga menunggu supir travel plat hitam yang sedang menjemput calon penumpang di kota Padang Pariaman. Catatan dimulai dari Pondok Ikan Bakar ini.
Alunan lagu dangdut yang dipopmelayukan dengan nuansa akustik oleh Decky Ryan menemani makan siang. Sempat terekam di memori beberapa judul lagunya. Seperti Tak Sebeing Hati, Pantang Bicara Dua Kali dan Masih Adakah Cinta. Lainnya, tidak hafal.
Memanfaatkan fasilitas, menyempatkan bersih diri dan mandi, juga shalat ashar. Lalu ijin untuk tetap duduk dengan maksud menunggu teman dan juga supir yang akan mengantar ke Sijunjung. Teman datang lebih dulu, menyusul kemudian Supir Travel.
Dari Bandara Minangkabau ke Sijunjung
Tidak terpikir sebelumnya bahwa kedatangan supir travel plat hitam lebih belakangan ketimbang kedatangan teman. Dan teman saya yang sudah beebrapa kali ke Sumatera Barat datang dengan naik Ojek Motor dari Bandara.
Saya pun menceritakan kisah interogasi, negosiasi dan sanksi yang terjadi di sekitar Bandara. Kok bisa? Tanya teman saya. Dan saya balik bertanya: Kok ada Ojek Motor di sekitar Bandara. Ada, buktinya saya sampai di sini naik ojek motor.
Jarak tempuh dari Bandara Internasional Minangkabau ke Kabupaten Sijunjung sekitar 182 kilometer. Itu versi Google Maps. Dan waktu tempuhnya sekitar 4 jam 9 menit. Kami berdua sama-sama belum pernah ke tempat tujuan di Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung.
Baca juga: Ke Kota Singkawang, Perjalanan Panjang Sampai Pangmilang
Perjalanan dari Bandara Minangkabau ke Sijunjung dimulai. Supir memohon maaf ada keterlambatan. Tampak di kursi depan sudah ada penumpang. Kami berdua mengambil kursi duduk di bagian tengah.
Kita melewati Sitinjau Lauik? tanyaku ke Supir. Iya, jawabnya. Masih di wilayah Kota Padang, travel berhenti, Saya menengok, rupanya supir menyampaikan laporan ke Agen Travel. Waktu sudah masuk Maghrib, Kami pun niat Shalat Jamak Takhir. Lalu gelap malam mengiringi.
Perjalanan memasuki kawasan Sitinjau Laut dengan suasana gelap. Hanya bias cahaya lampu pinggir jalan dan sorot lampu mobil memudahkan mata menatap. Dan bisa menikamti betapa kelok yang ada sangat menakjubkan. Tapi sekaligus menakutkan. Betapa tidak, sisi kanan tebing, sisi kiri jurang. Dan sebaliknya.
Menembus Malam dan Kabut
Seperti perjalanan Sanggau ke Melawi yang menembus malam, perjalanan ke Sijunjung juga demikian. Menembus malam dan beberapa wilayah berkabut. Suhu juga dingin, setidaknya saat berhenti di sebuah warung.
Supir nampak sering menelpon. Tindakan yang kurang tepat untuk perjalanaan malam dan jalan raya di area pegunungan. Dari bahasa Minangkabau samar-samar seperti beberapa kali bercerita kepada teman-temannya tentang peristiwa yang dialaminya di Bandara siang itu. Untaian lagu pop Minang terdengar keras memakkan telinga.
Sampai di Kota Solok, travel berhenti menaikkan satu penmpang lagi. Seorang laki-laki. Sekarang Kami berlima di dalam mobil. Nyaris tidak ada percakapan apapun antar sesama penumpang, kecuali antar kami berdua dalam bahasa Jawa yang lirih. Namun laki-laki yang duduk di jok belakng itu mendengar rupanya.
“Bapa dari Jawa?,” katanya. Kami spontan menjawab, Inggih. Ia mengaku berasal dari Wonogiri, sudah lama tinggal di Sumatera Barat. Perjalanannya dari Kota Solok menuju Kabupaten Dahrmasraya. Kita sedang melewati jalan utama mobil mobil travel melintas dari kota Padang ke provinsi Jambi.
Turun di Terminal Kiliran Jao
Malam semakin larut, perjalanan malam hari ini melelahkan. Gaya menyetir sopir travel plat hitam juga terasa kurang ramah. Masih muda dan gesit. Seperti sedang beraksi untuk mendapatkan pujian tentang kelihaian menyetir yang bikin perut terpelintir.
Seperti perjalanan ke Kapus Hulu menempuh jarak mengejar waktu, perjalanan dari pusat Kota Solok ke Kiliran Jao menembus malam dengan pemandangan kanan kiri yang gelap. Kami terhubung dengan panitia kegiatan di Kamang Baru Sijunjung. Karena sudah melewati jam 23 malam, panitia memutuskan menjemput kami di terminal Kiliran Jao.
Baca juga: Rihlah ke Pesisir Selatan di Koto XI Tarusan Sumatera Barat
Kami pun sampai dan turun di Terminal Kiliran Jao. Laki-laki yang turun di Dharmasraya mengatakan kepada Kami. “Ini Sijunjung, Pak. Masih 1 jam an lagi saya sampai ke Dharmasraya,” katanya. Sementara perempuan penumpang yang berada di jok depan, tak pernah terdengar sepatah katapun.
Panitia juga memutuskan menjemput di Kiliran Jao karena mempertimbangkan mobil travel yang disewanya tidak paham jalur ke Kamang Baru pedalaman. Benar adanya, dari terminal Kiliran Jao, kami masih menempuh waktu 50an menit sampai ke lokasi kegiatan. Melewati perkampungan kecil dan menembus perkebunan sawit.
Teman yang datang lebih dulu di Kamang Baru, sudah selesai menjalankan tugasnya. Artinya, ini waktu sudah masuk Sabtu dinihari. Ke Sijunjung, jejak waktu yang panjang untuk sebuah perjalanan bersama sopir travel plat hitam.