Ka’bah, Selayang Pandang Sejarah dan Tinjauan Singkat

Ka’bah merupakan tempat suci pada masa pra-Islam dan Umat Muslim percaya bahwa Nabi Ibrahim As dan putranya, Nabi Ismail As, adalah 2 orang utusan Allah SWT yang pertama kali meletakkan pondasi dan membangun Ka’bah dan terkonfirmasi dalam sejarah.
“Dan (Ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 127)
Tradisi Islam menyatakan bahwa awalnya Ka’bah merupakan bangunan persegi panjang sederhana tanpa atap. Suku Quraisy, yang memerintah Makkah, membangun kembali Ka’bah pra-Islam pada sekitar tahun 608 M dengan susunan batu bata dan kayu yang berselang-seling. Sebuah pintu ditinggikan di atas permukaan tanah untuk melindungi tempat suci tersebut dari penyusup dan banjir.
Nabi Muhammad SAW pernah diusir dari Makkah pada tahun 620 M ke Yatsrib (sekarang Madinah). Sekembalinya ke Makkah pada tahun 629/30 M, tempat suci tersebut menjadi titik fokus ibadah dan ziarah umat Islam.
Baca juga: Falya’buduu Rabba Haadzal Bait dan Spiritualitas Ka’bah.
Ka’bah pra-Islam menyimpan Batu Hitam dan patung-patung dewa pagan. Kemudian, Nabi Muhammad SAW membersihkan Ka’bah dari berhala setelah kembali ke Makkah dengan kemenangan, mengembalikan tempat suci tersebut ke Tauhid, monoteisme Nabi Ibrahim.
Dalam keyakina umat Islam, Batu Hitam (Hajar Aswad) itu adalah pemberian Allah SWT melalui Malaikat malaikat Jibril dan umat Islam sangat menghormatinya. Nabi Muhammad SAW kemudian melakukan ziarah terakhir pada tahun 632 M, tahun kewafatannya. Dan menetapkan ritual ziarah Ibadah Haji.
Sejarah Modifikasi dan Renovasi Ka’bah
Ka’bah telah mengalami proses modifikasi secara ekstensif sepanjang sejarahnya. Area sekelilingnya mengalami perluasan untuk menampung jumlah jamaah haji yang terus bertambah oleh khalifah kedua, ‘Umar bin Khathab (memerintah 634–44 M.).
Khalifah ‘Utsman bin Affan (memerintah 644–56 M.) membangun tiang-tiang di sekitar lapangan terbuka tempat Ka’bah berdiri dan memasukkan monumen-monumen penting lainnya ke dalam tempat suci tersebut.
Selama perang saudara antara khalifah Abd al-Malik dan Ibn Zubayr yang menguasai Makkah, Ka’bah dibakar pada tahun 683 M. Konon, Hajar Aswad pecah menjadi tiga bagian dan Ibn Zubayr menyusunnya kembali dengan perak.
Ia membangun kembali Ka’bah dari kayu dan batu, mengikuti dimensi asli Nabi Ibrahim As dan juga mengaspal ruang di sekelilingnya. Setelah mendapatkan kembali kendali atas Makkah, Abd al-Malik merenovasi bagian bangunan yang sesuai perkiraan rancangan bangunan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun, tak satu pun dari renovasi ini dapat terkonfirmasi melalui studi bangunan atau bukti arkeologi. Perubahan ini hanya diuraikan dalam sumber-sumber sastra selanjutnya.
Para Khalifah dan Sultan
Konon, pada masa pemerintahan Khalifah Umayyah al-Walid (memerintah 705–15), masjid yang mengelilingi Ka’bah berhiaskan mosaik seperti yang ada di Kubah Batu dan Masjid Agung Damaskus. Pada abad ketujuh, Ka’bah mengunakan penutup yaitu kiswah. Kain hitam Kiswah mengalami pergantian setiap tahun pada saat musim Haji.
Di bawah khalifah Abbasiyah awal (750–1250), masjid di sekitar Ka’bah diperluas dan dimodifikasi beberapa kali. Menurut penulis perjalanan, seperti Ibn Jubayr, yang melihat Ka’bah pada tahun 1183, bangunan itu mempertahankan bentuk bangunan Abbasiyah abad kedelapan selama beberapa abad.
Baca juga: 7 Fakta di Masjidil Haram Penuh Makna Bagi Umat Islam
Dari tahun 1269–1517, Mamluk Mesir menguasai Hijaz, dataran tinggi di Arabia barat tempat Makkah berada. Sultan Qaitbay (memerintah tahun 1468–96) membangun sebuah madrasah (sekolah agama) di satu sisi masjid.
Di bawah sultan Ottoman, Suleyman I (memerintah tahun 1520–1566) dan Selim II (memerintah tahun 1566–74), kompleks itu mengalami renovasi besar-besaran. Pada tahun 1631, Ka’bah dan masjid di sekitarnya (Masjidil Haram) mengalami pembangunan kembali sepenuhnya setelah banjir menghancurkannya pada tahun sebelumnya.
Ka’bah Baitullah
Masjidil Haram yang masih ada hingga saat ini ini terdiri dari ruang terbuka yang luas dengan tiang-tiang di keempat sisinya dan tujuh menara. Dengan jumlah menara terbanyak di antara semua masjid di dunia. Di tengah pelataran yang luas ini berdiri Ka’bah Baitullah, serta banyak bangunan suci dan monumen lainnya.
Baca juga: Peristiwa Fathu Makkah 20 Ramadhan 8 Hijriyah
Modifikasi besar terakhir pada tahun 1950-an oleh pemerintah Arab Saudi untuk mengakomodasi semakin banyaknya jumlah jamaah haji yang datang. Kini, Masjidil Haram tersebut menempati lahan seluas hampir empat puluh hektar.
Ka’bah adalah bangunan berbentuk kubus, tidak seperti bangunan keagamaan lainnya. Tingginya lima belas meter dan sepuluh setengah meter di setiap sisinya; sudut-sudutnya kira-kira sejajar dengan arah mata angin. Berada di arah yang sama dengan arah kiblat semua umat Islam dalam melaksanakan shalat.
Baca juga: Makna Masjidil Haram Menurut Al-Qur’an
Ada area yang menyatu dengan Ka’bah dengan pembatas bangunan melengkung yang disebut Hijir Ismail. Di sisi luar juga ada bangunan yang bernama Maqam Ibrahim. Jugang Pintu Ka’bah, yang sekarang terbuat dari emas murni; sejak tahun 1982. Kiswah, kain besar yang menutupi Ka’bah, yang dulunya dikirimkan dari Mesir bersama kafilah haji, kini dibuat di Arab Saudi.
Semua peziarah dari penjuru dunia Islam melakukan haji, atau ziarah, yang seringkali berbahaya, ke Makkah dalam sebuah kafilah besar melintasi padang pasir. Mereka berangkat dari Damaskus, Kairo, atau kota-kota besar lainnya di Arabia, Yaman, atau Irak. Juga dari dunia Islam lainnya.
Kini umat Islam di dunia berangkat ke Masjidil Haram dengan moda transportasi yang lebih modern, lebih aman dan nyaman. seperti pesawat terbang
Baca juga: 4 Pesan dari Surat Quraisy yang Harus Menjadi Pelajaran