#DiRumahSaja (Memosisikan Diri Selama Masa Pandemi)
Pra kondisi berupa pandemi virus korona yang mengglobal melahirkan respon sekaligus sikap; #DiRumahSaja. Sikap ini menjadi pilihan yang awalnya hingga akhirnya sulit untuk diambil dan diterapkan, karena menyangkut praktik isolasi diri, agar terhindar dan terbebas dari ancaman penyebaran virus korona.
Term #DiRumahSaja itu sendiri merupakan istilah yang sejak dikatakan sudah menghadirkan rasa tidak biasa, di luar kebiasaan, susah diterima. Terutama bagi siapa saja yang aktifitas kesehariannya lebih banyak berada di luar rumah, menjadi susah dilaksanakan dengan segala konsekuensinya.
Polarisasi praktik #DiRumahSaja menjelma dalam beberapa bentuk; untuk para pekerja, kerja dari rumah (work from home). Mungkin tak pernah terbayangkan sebelumnya, kerja dari rumah –salah satu yang sebenarnya sudah ditempuh oleh pebisnis online. Ia harus dilaksanakan khususnya oleh Aparatur Sipil Negara (ASN), buruh, karyawan BUMN maupun Swasta.
Untuk para pelajar tak terkecuali santri pondok pesantren, belajar dari rumah. Orang tua siswa atau wali santri menerima pembelajaran anaknya dari guru, harus dikerjakan di rumah, dan hasilnya disampaikan melalui media daring.
Ini juga tidak terbayangkan sebelumnya. Keluarga yang tidak familier dengan gadget dan media daring lainnya, harus menyediakannya, pun demikian harus memenuhi kuota internet agar pembelajaran bisa berjalan.
Fakta praktik #DiRumahSaja tidak lantas berlaku untuk semuanya, yang bisa dilihat adalah tergantung pada situasi dan kondisi ancaman penyebaran virus korona. Tidak di semua kota, pun juga tidak di semua desa. Namun karena sifatnya pandemik global, pemerintah berusaha meyakinkan bahwa ancaman ini serius. Di 34 propinsi di negara kita, virus korona sudah diklaim menjangkiti sebagian warga masyarakat.
Di waktu senggang, #DiRumahSaja banyak digunakan untuk berlama-lama bersama keluarga; mengerjakan hal-hal yang ringan tapi bermanfaat, menjaga kesehatan dengan olah raga bersama, atau berlama-lama rebahan sambil memantau timeline akun media sosial.
Sampai kapan kondisi seperti ini akan berlangsung? Kita tidak tahu persis. Rasa jenuh silih berganti datang dan pergi, menghinggapi. Meski demikian, kita mesti tetap harus bersyukur; kita harus mau mengambil hikmah dan pelajaran dari pandemi virus korona. Kelak, situasi dan kondisi pasti akan berubah, pulih, meski barangkali pulih nya tidak seperti sedia kala.