Esai Islami
Trending

Muhasabah: 7 Cara Mengingat Kematian, Apa Saja ?

Ada 7 cara untuk mengingat kematian, dzikrul maut. Ada 4 hal yang menjadi penghalang untuk mengingat kematian. Apa saja? Artikel esai islami muhasabah tentang mengingat kematian ini akan membahasnya. Mudah-mudahan artikel mengingat kematian bisa menambah wawasan kita

Kematian

Ada sebuah hal yang terkadang kita luput memikirkanya, meskipun suatu saat kita bakal menghadapinya. Apakah perkara itu? Tiada lain adalah kematian. Siapapun akan mengalami mati. Kematian adalah keniscayaan yang dialami oleh setiap manusia walaupun sebabnya berbeda-beda.

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Anbiya ayat 35, yang artinya: ”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada kami-lah kamu kembalikan.” ( QS Al-anbiya 35).

Ayat tadi jelas memberitahukan kepada kita tentang kematian setiap yang bernyawa, termasuk di dalamnya adalah manusia. Hanya saja kapan ajal itu akan datang., jauh atau dekat, diharapkan atau dijauhi pasti datang pada masing-masing orang.

Allah SWT juga berfirman di dalam QS Al-Jumu’ah ayat 8, yang artinya: Katakanlah: ”Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. ” (QS Al-Jumuah : 8).

Apa arti kita hidup didunia?

Lalu, apa arti kita hidup didunia? Dunia adalah tempat kita mempersiapkan diri untuk akhirat. Sebagai tempat persiapan, dunia pasti akan kita tinggalkan. Ibarat terminal, kita transit di dalamnya sejenak, sampai waktu yang ditentukan, setelah itu kita tinggalkan dan melanjutkan perjalanan lagi.

Bila demikian tabiat dunia, mengapa kita terlalu banyak menyita hidup kita untuk keperluan dunia? Diakui atau tidak, dari 24 jam jatah usia kita dalam sehari, bisa dikatakan hanya beberapa persen saja yang kita gunakan untuk persiapan akhirat. Selebihnya bisa dipastikan terkuras habis oleh kegiatan yang berputar-putar di sekitar dunia. Padahal kita sangat perlu untuk menyeimbangkan keduanya.

Dalam hal menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat, Rasulullah SAW Bersabda: ”Bertakwalah kamu kepada Allah di manapun kamu berada, iringilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya dan pergaulilah semua manusia dengan budi pekerti yang baik. ” (HR Tirmidzi dan Ahmad )

Wasiat Rasulullah ini menunjukan betapa tingginya perhatian Rasulullah kepada kita dengan memberikan wasiat dalam tiga hal, tentang cara berinteraksi dengan Allah, berinteraksi dengan nafsu, dan berinteraksi dengan sesama manusia.

Dari hadis tersebut, kita semua bisa merasakan efektifitas kehidupan kita di dunia ini jika dimanfaatkan untuk kebaikan demi kehidupan di akhirat nanti. Beliau sangat berharap agar kita bisa berinteraksi dengan benar kepada siapa saja sehingga kita menjadi manusia yang bisa merasakan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Coba kita ingat nikmat Allah yang tak terhingga, setiap saat mengalir dalam tubuh kita. Tapi mengapa kita lalaikan itu semua. Detakan jantung tidak pernah berhenti. Kedipan mata yang tak terhitung berapa kali dalam sehari, selalu kita nikmati. Tapi kita sengaja atau tidak selalu melupakan hal itu.

Kita sering mudah berterimakasih kepada seorang yang berjasa kepada kita, sementara kepada Allah yang senantiasa memanjakan kita dengan nikmat-nikmat-NYA, kita sering kali memalingkan ingatan. Akibatnya kita pasti akan lupa akhirat. Dari sini dunia akan selalu menghabiskan waktu kita.

Sedangkan dengan mengingat kematian akan mendorong seseorang untuk mempersiapkan bekal kematian, menghindarkan melakukan perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada kemaksiatan dan mendorong berlaku taqwa.

Sehubungan dengan Mengingat Kematian ini Rasulullah bersabda dalam sebuah Hadits, yang artinya: ”perbanyaklah mengingat kematian, Sebab yang demikian itu akan menghapuskan dosa, dan menyebabkan timbulnya kezuhudan di dunia.”

Dalam perspektif Islam orang yang banyak mengingat kematian dinilai sebagai orang yang cerdik. Rasulullah SAW.  bersabda yang artinya: ”secerdik-cerdik manusia adalah yang terbanyak ingatannya kepada kematian, serta yang terbanyak persiapannya menghadapi kematian itu. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar cerdik. Dan mereka akan pergi ke alam baka dengan membawa kemuliaan dunia serta kemuliaan akhirat.” (HR Ibnu Majah).

7 Cara Mengingat Kematian

Substansi mengingat kematian bukan semata-mata terhadap waktu dan proses kematian itu sendiri, tapi juga pada apa yang menjadi konsekuensi sesudahnya. Ada tujuh cara mengingat kematian. Untuk menyuburkan kualitas dzikrul maut atau mengingat kematian, kita harus menempuh cara-cara berikut ini:

  1. Meningkatkan pemahaman tentang kehidupan sesudah mati.
  2. Menjadikan dunia sebagai ladang menanam kebajikan dan tempat persinggahan.
  3. Menyadari bahwa kematian itu sangat dekat
  4. Menjenguk orang sakit dan berta’ziah kepada yang ditimpa musibah.
  5. Ikut mengurus dan menguburkan jenazah.
  6. Berziarah kubur
  7. Selalu berdoa agar diberi kematian yang diridhai.

7 cara mengingat kematian diuraikan sebagai berikut:

1. Meningkatkan pemahaman tentang kehidupan sesudah mati. Aqidah Islam mengajarkan kita tentang keimanan terhadap adanya kehidupan setelah mati, seperti adanya siksa kubur, hari kebangkitan, perhitungan amal, shirat, serta balasan Surga atau Neraka. Dengan memahami semua perkara ini, setiap Muslim akan menyikapi dan menjalani hidup secara benar.

Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) berfirman, yang artinya: “Dan apa saja yang diberikan kepada kamu (kekayaan, jabatan, keturunan), maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya?” (Al-Qashas [28]: 60)

2. Menjadikan dunia sebagai ladang menanam kebajikan dan tempat persinggahan. Kehidupan manusia di dunia ini ibarat seorang musafir yang menempuh sebuah perjalanan. Ia singgah sejenak di suatu tempat untuk menghilangkan rasa haus dan laparnya serta menyiapkan bekal secukupnya. Kemudian, ia akan melanjutkan kembali perjalanannya menuju tempat tujuan yang sesungguhnya yaitu di kampung akhirat.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “… jadilah di dunia seolah-olah orang asing atau orang yang menumpang lewat”.

Ibnu Umar berkata: “Apabila engkau berada pada sore hari maka jangan menunggu pagi, dan apabila engkau berada pada pagi hari maka janganlah menunggu waktu sore. Dan jadikan masa sehatmu sebelum keadaan sakitmu, dan keadaan hidupmu sebelum datang kematianmu” (Riwayat Bukhori).

Pada kesempatan lain Rasulullah SAW bersabda, “Orang bijak adalah orang yang menghitung dirinya dan beramal untuk kehidupan sesudah mati.” (Riwayat Tirmidzi)

3. Menyadari bahwa kematian itu sangat dekat. Bukankah setiap saat kita menyaksikan kematian itu datang silih berganti kepada setiap orang? Kematian datang tanpa pemberitahuan, menimpa siapa saja tanpa pandang bulu. Menimpa yang miskin maupun yang kaya, menimpa yang papa juga penguasa, menimpa yang sakit dan juga yang sehat. “Telah semakin dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam keadaan lalai (dengan dunia), berpaling (dari akhirat)”. (Al-Anbiya [21]: 1)

4. Menjenguk orang sakit dan berta’ziah kepada yang ditimpa musibah. Di antara amal yang dianjurkan dalam Islam adalah menjenguk saudaranya yang sakit, memberikan motivasi serta mendoakannya. Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Hak Muslim terhadap Muslim yang lain itu ada lima, menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantarkan jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan yang bersin”. (Riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Ini menjadi momen yang sangat baik bagi setiap Mukmin, selain menumbuhkan kepedulian, juga menyadarkan bahwa kesehatan fisik yang diberikan oleh Allah SWT setiap saat dapat dicabut sesuai dengan kehendak-Nya.

Rasulullah Memuliakan Orang Mati

5. Ikut mengurus dan menguburkan jenazah. Mengurus dan menguburkan jenazah, di samping kewajiban yang bersifat fardlu kifayah, juga meningkatkan kesadaran setiap Mukmin untuk mengingat kematian. Kita bisa memahami bagaimana Cara Rasulullah SAW Memuliakan Jenazah atau orang mati.

Bayangkanlah bahwa kematian itu telah datang menjemput kita. Lalu, tubuh yang telah terbujur kaku di hadapan kita itu adalah diri kita sendiri.

Bayangkanlah, saat kita dimasukkan ke dalam liang kubur yang gelap gulita hanya dengan memakai kain kafan. Tertutuplah pintu amal dan kesempatan untuk bertaubat. Tinggallah amal-amal semasa hidup yang akan dipertanggungjawabkan di hari perhitungan nanti.

6. Berziarah kubur. Kita disunahkan untuk berziarah kubur. Dalam satu riwayat diceritakan bahwa Rasulullah SAW biasa berziarah ke makam Pahlawan Uhud dan makam ahli Baqi’.

Beliau mengucapkan salam dan berdoa untuk mereka, dengan do’a berikut: “Semoga keselamatan bagimu, wahai penghuni kampung (kubur) kaum Mukmin dan Muslim . Sesungguhnya kami –insya-Allah- pasti menyusulmu. Kami mohon afiyat kepada Allah untuk diri diri kami dan juga untuk kalian semua”. (Riwayat Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah)

Rasulullah SAW juga bersabda: “Sungguh tadinya aku melarang kamu menziarahi kubur. Maka (sekarang) telah diizinkan kepada Muhammad untuk menziarahi kubur ibunya. Maka (sekarang) kamu boleh menziarahi kubur, karena itu mengingatkan kamu kepada akhirat”. (Riwayat Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi)

7. Selalu berdoa agar diberi kematian yang diridhai. Banyak dzikir dan doa yang diajarkan Rasulullah SAW, yang dapat menjadi sarana bagi kita untuk mengingat kematian dan kehidupan sesudahnya.

Doa dan dzikir tersebut, misalnya, saat tahiyyat akhir sebelum salam dianjurkan untuk berdoa:“Yaa Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur dan dari azab neraka, dan dari fitnah kehidupan serta fitnah kematian, dan dari fitnah Dajjal” (Riwayat Bukhari)

4 hal yang menjadi penghalang mengingat kematian

Walaupun realitas menunjukkan bahwa kematian pasti datangnya dan tanpa pemberitahuan, manusia banyak yang lalai mempersiapkan bekal untuk kehidupannya di akhirat. 4 hal yang menjadi penghalang bagi manusia untuk mengingat kematian yaitu: kurang ilmu, cinta dunia, banyak tertawa sedikit menangis, banyak bicara yang sia-sia.

1.Kurang Ilmu. Fakta-fakta yang sangat jelas membuktikan bahwa tidak ada manusia yang hidup terus. Pada zaman ini tidak ada manusia yang usianya melampaui 200 tahun. Lantas, mengapa manusia melalaikan diri dari mempersiapkan datangnya kematian itu?

Boleh jadi sikap melalaikan itu disebabkan karena mereka tidak memiliki ilmu dan pemahaman yang memadai tentang kehidupan sesudah mati. Misal, adanya siksa kubur, jembatan shirat, ancaman surga dan neraka. Mereka merasa seolah-olah hidup hanyalah di dunia saja. Bagi mereka, tidak ada lagi kehidupan dan tidak ada pertanggungjawaban amal setelah mereka meninggal dunia.

“Dan mereka berkata: ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja”. (Al-Jaasiyah [45]: 24)

Cinta Dunia yang Melalaikan

2.Cinta Dunia. Sebagian besar manusia yang lalai akan kematian adalah mereka yang sangat mencintai dunia. Memang, ini merupakan watak dasar manusia. Mereka mengira bahwa dunia ini segala-galanya. Dunia menjadi tujuan mereka dan terminal terakhir dari kehidupan mereka. Allah SWT berfirman: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur”. (At-Takatsur [102]: 1-2)

3.Banyak Tertawa, Sedikit Menangis. Membawa hati kepada sesuatu yang menyenangkan adalah hal yang diperbolehkan, sebagaimana diperbolehkannya orang tersenyum dan tertawa. Tetapi, apabila seseorang bersenang-senang dan tertawa secara berlebihan, akan menyebabkan lalai dari mengingat kematian serta kehidupan akhirat.

Rasulullah SAW mengingatkan kepada setiap Mukmin agar menghindari bersenang-senang serta tertawa berlebihan. Beliau bersabda: “Jadilah seorang Muslim, dan jangan banyak tertawa; karena sesungguhnya banyak tertawa itu dapat mematikan hati” (Riwayat Tirmidzi)

4.Banyak Bicara Sia-sia. Demikian pula dalam hal berbincang-bincang, manusia memang suka berlama-lama. Mereka berbicara dan menceriterakan sesuatu yang menarik perhatiannya. Jika perbincangan itu sia-sia dan tidak mengantarkan kepada mengingat Allah SWT, bisa menyebabkan kerasnya hati dari lupa akan akhirat.

Rasulullah SAW bersabda, dari Ibnu Umar RA: ”Janganlah kalian banyak berbicara tanpa mengingat Allah, karena sesungguhnya banyak berbicara yang tidak disertai mengingat Allah menyebabkan kerasnya hati. Sesungguhnya manusia yang paling jauh dari Allah adalah hati yang membatu,” (Riwayat Tirmidzi).

Tentu ada banyak cara, tidak hanya 7 cara untuk mengingat kematian, dzikrul maut. Juga banyak hal, tidak hanya  4 hal yang bisa menjadi penghalang untuk kita mengingat akan kematian. Mudah-mudahan artikel esai islami muhasabah tentang 7 cara mengingat kematian ini bermanfaat. Wallahu A’lamu bish shawab.

Kang Nawar

Hello ! Saya Kang Nawar aka. Munawar A.M. Penulis Freelance. Terima kasih sudah singgah di Blog Artikel Opini, Review & Esai Digital ini. Berkenan kiranya untuk membagikan artikel dan mengikuti saya di media sosial. Terima kasih sudah singgah. Saya berharap Anda akan datang kembali ke blog ini. Terima Kasih.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button